Bisnis.com, JAKARTA - Kesiapan Indonesia mengelola pangan pada era perdagangan Asean (MEA) ini sedang diperdebatkan para pakar.
Beberapa pakar menganggap pemerintah belum berbuat apa-apa untuk membekali petani sehingga khawatir tidak akan mampu bersaing di MEA.
Program prioritas Nawacita mewujudkan Kedaulatan Pangan seolah belum diterjemahkan secara baik di lapangan.
Kementerian Pertanian dianggap gagal paham dalam penentuan kebijakan. Bahkan, ada pernyataan tendensius mengarah pada personifikasi. Pakar yang tipe ini dipastikan tidak memahami lapangan, hanya ‘berimajinasi’ di atas meja, dan diyakini memiliki agenda terselubung dengan pencitraan kurang etis di media.
Sejak Kabinet Kerja menjalankan tugaskan Oktober 2014, Mentan Amran Sulaiman telah melakukan perubahan mendasar.
Pertama, merevisi regulasi yang menghambat pembangunan: (a) Perpres 172/2014 diproses satu minggu sehingga penyediaan benih dan pupuk tepat waktu, (b) Menerbitkan Peraturan Pengendalian Impor Pangan, (c) Deregulasi investasi dan menghasilkan 35 komitmen investor industri gula, jagung, dan sapi.
Kedua, mempersenjatai petani dengan 65.000 alsintan (jumlah terbanyak selama ini), pupuk bersubsidi 9,5 juta ton, benih padi 1 juta ha, jagung 1,1 juta ha, kedelai 831.000 ha memenuhi lima tepat.
Ketiga, membangun infrastruktur irigasi besar-besaran 2,45 juta ha, optimasi lahan 932.000 ha, embung, long storage, jalan usaha tani, pasar tani.
Keempat, menangani tata niaga dan ekspor impor.
Bahkan, sejak awal 2015 Mentan telah mengantisipasi dini terhadap ancaman kekeringan El Nino dengan mendistribusikan pompa, membangun embung, dam-parit, dan pada saat terjadi terjadi El Nino dilakukan pompanisasi waduk, hujan buatan dan lainnya. Hasilnya ancaman kekeringan dapat diminimalisasi.
Pada 2015 petani betul-betul mendapat perhatian penuh dari pemerintah dengan berbagai fasilitas dan perlindungan dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) ataupun perlindungan dengan Asuransi Pertanian.
Pada 2015 juga disebut sebagai tonggak tahun terjadinya transformasi dari pertanian konvensional menjadi modern, karena dikembangkan mekanisasi secara besar-besaran yang mampu menghemat biaya olah tanam dan tanam, penurunan kerugian, dan peningkatan income petani.
Sistem tata niaga input dan produk pertanian sudah lama mengidap masalah kronis. Mafia, kartel, penyelundup dan lainnya selama ini dibiarkan bergentayangan.
Mencermati kondisi tersebut, Mentan Amran Sulaiman langsung bertindak menelikung mafia pangan. Sudah lebih dari 30 kasus pengoplos dan pupuk ilegal ditangkap dan diproses hukum.
Sebagian kartel daging sapi dan unggas yang selama ini mengendalikan pasokan dan harga sudah diproses di KPPU. Mafia impor pangan pun juga diredam dengan menerbitkan regulasi impor yang ketat dan terkontrol.
Prinsip membangun pertanian memperhatian tiga aspek fundamental, yaitu ekonomi, ekologi dan sosial budaya telah diterapkan Mentan.
Pengembangan pertanian ramah lingkungan dan memberdayakan petani dilakukan pada 2015. Kegiatan membangun 1.000 desa mandiri benih, desa organik ataupun 200.000 ha pola system rice of intensification (SRI) telah menghantarkan Indonesia mengekspor beras organik 134 ton ke Italia. (Humas Kementerian Pertanian)