Kabar24..com, JAKARTA --- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana membentuk 100 juta kader bela negara hingga 10 tahun ke depan yang bertujuan untuk menciptakan Indonesia yang kuat.
Untuk tahap awal, Kemenhan akan mengkader 4.500 pembina bela negara di 45 kabupateb-kota, untuk seterusnya akan mendidik masyarakat ikut program bela negara.
Namun Ryacudu buru-buru meluruskan arti bela negara bukan wajib militer dan bukan pula harus angkat senjata. Ia menegaskan, "Kader bela negara bukan wajib militer, namun sebagai hak dan kewajiban yang perlu disiapkan".
"Bela negara itu membentuk disiplin pribadi, nanti bisa membentuk displin kelompok dan membentuk disiplin nasional. Hanya negara yang disiplin akan menjadi negara yang besar" katanya saat konferensi pers 'Program Pelatihan Bela Negara' di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta, Senin (12/9).
Tujuan pembentukan kader bela negara adalah untuk menciptakan Indonesia yang kuat.
"Kekuatan sebuah negara negara tak hanya alat utama sistem senjata (alutsista) semata, tetapi juga manusianya (rasa nasionalismenya) terhadap negara," kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini.
Disebutkan pula, program pembentukan kader bela negara merupakan gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyat menghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dan nirmiliter.
Meski Indonesia adalah negara yang cinta damai dan bukan agresor, tiap warga harus selalu siaga terhadap ancaman yang mengintai kedaulatan negara.
"Kalau kedaulatan kita disinggung, kalau perlu kita perang. Kalau perang, seluruh komponen harus mempertahankan negara. Itu namanya perang rakyat semesta," ujar Ryamizard.
Setiap warga memang memiliki hak dan kewajiban selama hidup di Indonesia. Namun kata Ryamizard, selama ini banyak orang hanya menuntut haknya saja, sementara kewajiban tidak pernah ditunaikan. Oleh karena itu, dengan ikut pelatihan bela negara, maka itu termasuk sebagai pemenuhan kewajiban terhadap negara.
Ryamizard menjelaskan, pelatihan bela negara bukan semata tanggung jawab Kemhan, namun seluruh elemen bangsa juga wajib terlibat untuk menyukseskan program bela negara demi terciptanya kedaulatan negara dalam mengantisipasi ancaman militer dan nirmiliter.
Direktur Bela Negara Ditjen Pothan Kemenhan Laksma TNI M Faidal menyatakan, program bela negara tidak mencontoh Korea Selatan dan Singapura.
"Kalau Korea Selatan dan Singapura itu wajib militer, kita wajib bela negara," katanya.
Faidal mengatakan, setiap warga negara mengikuti program bela negara juga akan digembleng pelatihan fisik dan psikis di tempat pendidikan tentara selama satu bulan, baik di Rindam maupun di batalyon TNI, yang kerja sama dengan pemerintah daerah setempat.
"Jangan khawatir tentang program pelatihannya. Kemhan sudah membuat secara matang standardisasinya. Kami sudah buat standardisasi kurikulum, sudah digodok dan dirapatkan oleh kementerian lainnya. Ini akan dipakai untuk seterusnya di seluruh Indonesia," katanya.
Menurut dia, aturan bela negara diatur di UU Pertahanan, jadi ada kewajiban bela negara yang dilaksanakan dengan pendidikan dan penyadaran bela negara.
"Kader yang sudah dibentuk harus dibina di organisasi masyarakat kader bela negara, tercatat di Kesbangpol. Mereka tidak akan ke mana-mana," tutur dia.
Materi dasar meliputi penegasan Pancasila sebagai dasar negara, cinta Tanah Air, nilai kegotongroyongan, hingga kerelaan berkorban demi kepentingan negara. Yang tidak kalah penting adalah penanaman nilai-nilai moral, karakter, dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Relevan Wakil Ketua Komisi I DPR (antara lain membidangi pertahanan), Hanafi Rais menilai ide pembentukan kader bela negara, relevan dengan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu ancaman tradisional dan nontradisional.
"Ancaman itu sering mengemuka misalnya fenomena WNI direkrut jaringan teroris, infiltrasi budaya asing, dan kasus-kasus di perbatasan," katanya.
Dia mengapresiasi ide yang dikemukakan Menteri Pertahanan itu namun jangan disalahpahami sebatas seperti konsep wajib militer.
Menurut dia, sebaiknya program bela negara sifatnya wajib tuntas bagi mereka yang sudah sukarela bergabung atau ditunjuk oleh negara.
"Tidak bisa berhenti di tengah jalan jika sudah memilih atau ditetapkan. Sebagai contoh, pegawai BUMN beberapa juga sudah mengadopsi konsep semacam ini dan outputnya bagus," katanya.
Kedua menurut dia, kurikulum bela negara bisa mencakup umum dan khusus. Dia menjelaskan, umum terkait dengan doktrin, wawasan nusantara, dan cara pengambilan keputusan strategis.
"Sementara yang khusus terkait sesuai profesi yang menjadi latar belakang peserta bela negara," ujarnya.
Ketiga, konsep bela negara bisa diperkaya dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat misalnya program "Peace Corps".
Menurut dia, bela negara orientasinya tidak harus pertahanan dan keamanan (hankam), tetapi juga punya relevansi untuk keperluan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
"Intinya, program bela negara jalan terus sambil terus disempurnakan," katanya. Politikus PAN itu mengatakan bahwa terkait dengan pendanaan program itu, akan dibicarakan bersama antara Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan.
Hanafi yakin Menhan sudah menghitung kapasitas anggaran negara untuk program tersebut.
"Pernah disinggung (anggaran bela negara) namun tidak merinci, uji coba jalan dahulu tidak masalah," ujarnya.
Sementara Ketua MPR, Zulkifl Hasan menyoroti materi program tersebut. Ia mengatakan program tersebut harus memuat materi yang "kekinian".
"Jadi, supaya disesuaikan dengan generasi twitter dan generasi facebook sekarang ini," katanya.
"Kan beda bela negara tahun dulu, terutama model dan intinya sama, tapi tata caranya mungkin beda dengan zaman sekarang," kata Hasan.
Payung hukum Melihat pentingnya bela negara, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, juga mendukung program tersebut.
"Bela negara merupakan kewajiban setiap warga negara yang diatur dalam undang-undang dasar 1945 yang menjadi konstitusi negara," kata Hidayat yang juga Wakil Ketua MPR.
Oleh karena itu setiap warga negara berkewajiban untuk mendukung program pemerintah tersebut karena hal itu merupakan amanah dari konstitusi negara untuk melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Saya kira dalam hal bela negara diminta atau tidak, kita semua berkewajiban untuk membela negara dari berbagai ancaman," kata Hidayat.
Memang kewajiban bela negara sudah diatur dalam pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945. Namun menurut Hidayat, pemerintah perlu segera membuat undang-undang tentang bela negara, sehingga keikutsertaan warga negara dalam bela negara menjadi jelas dan terukur.
"Kalau pemberantasan narkoba atau korupsi dilengkapi dengan undang-undang, maka kewajiban bela negara juga perlu diatur dengan undang-undang," katanya," katanya.
Senada dengan Hidayat, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan program bela negara membutuhkan payung hukum berupa perundang-undangan guna membuat parameter yang jelas.
"Butuh undang-undang supaya ada parameter, misalnya, nanti kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana," ujar TB Hasanuddin.
Menurut dia, implementasi program bela negara jangan tergesa-gesa tanpa payung hukum, agar tidak menimbulkan salah tafsir.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan konsep bela negara baik dalam konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Dia mencontohkan, ketika perang kemerdekaan kesadaran bela negara rakyat tinggi, sehingga siap mengangkat senjata, lalu setelah perang selesai rakyat kembali ke profesinya masing-masing.
"Tapi (bela negara saat ini), bukan semata dilatih menembak, makanya dibutuhkan undang-undang. Misal, ada bencana kan anda ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara," terang dia.
Selain itu, TB Hasanuddin mempertanyakan rencana membentuk kader bela negara sebanyak 100 juta orang dalam 10 tahun.
"Penjelasan Kemenhan tentang rencana membentuk kader bela negara sebanyak 100 juta orang dalam 10 tahun rasanya sulit untuk dimengerti," katanya.
Dia menjelaskan, pertama dilihat dari targetnya, berarti 10 juta orang/tahun atau 833.000 orang/bulan. Menurut dia, target itu sangat fantastis apabila dibandingkan dengan kapasitas Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) Kemhan.
RYAMIRZARD RYACUDU: Bela Negara Bukan Wajib Militer
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana membentuk 100 juta kader bela negara hingga 10 tahun ke depan yang bertujuan untuk menciptakan Indonesia yang kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium