Kabar24.com, JAKARTA -- Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) menuntut diskresi atas sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang mengatur uji kompetensi, sertifikasi kompetensi, dan dokter layanan primer ke Mahkamah Konstitusi.
"Judisial review, itu hak konstitusional warga negara untuk mencari keadilan hukum, karena ini kita sudah lakukan, ke DPR, ke menteri sudah, tapi tetap saja keukeuh seperti itu. Undang-undangnya seperti kitab suci. Padahal saya mengusulkan harus ada diskresi," ungkap Ketua Pengurus Pusat PDUI Abraham Andi Padlan Patarai saat dihubungi Bisnis.com, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Menurut Abraham, langkah diskresi dilakukan untuk mensinkronisasi undang-undang pendidikan kedokteran yang dinilai saling tumpang tindih.
"karena tiga undang-undang saling tidak bersinergi. Ya bikin diskresi dong. Kok kaku begitu," ujarnya.
Sebelumnya, PDUI telah mengajukan judisial review ke Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2014, namun sejak bulan Februari 2015 proses uji materi tersebut di tunda hingga sekarang.
"Karena itu saya menuduh ini menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak. Jalan satu-satunya kita judisial review menyangkut frasa kata uji kompetensi mahasiswa dan DLP (Dokter layanan primer)," paparnya.
PDUI menggugat Mahkamah konstitusi atas berlakuknya Pasal 1 Angka 9, Pasal 7 Ayat (5) Huruf b dan Ayat (9), Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 19. Selain itu, Pasal 24 Ayat (5) Huruf b dan Ayat (7) Huruf b; Pasal 28; Pasal 29 Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 31 Ayat (1) Huruf b; Pasal 36 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3); Pasal 39; Pasal 40 Ayat (2) Huruf b; dan Pasal 54 UU Pendidikan Kedokteran.
Berdasarkan pasal 36 yang menyebutkan seorang dokter sebelum diangkat sumpah harus memiliki sertifikat uji kompetensi yang dikeluarkan perguruan tinggi kedokteran atau kedokteran gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan organisasi profesi.
"Pasal itu memunculkan dualisme lembaga yang menyelenggarakan uji kompetensi dokter sebab uji kompetensi dokter dan sertifikat kompetensi dokter sebenarnya wewenang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau kolegium, bukan fakultas kedokteran," katanya.
Berdasarkan aturan tersebut, kata Abraham, hanya dokter yang berstatus dokter layanan primer (DLP) yang berhak berpraktik di tengah masyarakat dan untuk berstatus DLP, seorang dokter diwajibkan mengikuti pendidikan uji kompetensi lagi.
Sementara itu, DLP dalam Pasal 1 Angka 9 UU Pendidikan Kedokteran tidak dikenal dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
"Jadi, sebenarnya layanan dokter primer tidak memiliki pengakuan kompetensi profesi, legalitas, perizinan, dan gelar profesi," katanya.
Dia mengungkapkan bahwa munculnya istilah DLP menimbulkan kekacauan dalam sistem praktik kedokteran sehingga akses dokter (umum) untuk melayani masyarakat menjadi terganggu atau sebaliknya.
"kok kita mempersulit pendidikan dokter sementara kita sangat butuh sekali tenaga dokter. Begitu banyak puskesmas tidak terisi dokter di daerah. Apa urusan uji kompetensi itu? kalau mau liat mutu liat lah dari hulu ke hilir," tandasnya.
Dokter Tuntut Diskresi UU Pendidikan Kedokteran
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) menuntut diskresi atas sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang mengatur uji kompetensi, sertifikasi kompetensi, dan dokter layanan primer ke Mahkamah Konstitusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Yulianisa Sulistyoningrum
Editor : Bastanul Siregar
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
8 menit yang lalu
Babak Baru Kasus Judi Online Komdigi, Budi Arie Bakal Terjerat?
47 menit yang lalu