Kabar24.com, JAKARTA – Memasuki malam ketiga pascagempa di Nepal, para korban terlihat tidur di tempat terbuka. Sebagian korban melakukannya karena rumahnya telah hancur akibat gempa, sebagian lainnya karena trauma.
Di Kathmandu, seperti di tempat lainnya, ribuan orang tidur di jalanan, taman, dan banyak juga yang membuat tenda.
Sementara itu, rumah sakit yang tersedia telah penuh. Persediaan air, makanan dan sumber listrik pun kian menipis. Hal ini meningkatkan kekhawatiran masyarakat akan penyakit menular.
Meski demikian, beberapa kondisi berangsur normal, terlihat dari penjual buah yang mulai berjualan di jalanan dan mulai beroperasinya transportasi umum.
Namun, dengan lambatnya bantuan datang ke tempat-tempat yang paling terkena dampak, beberapa warga Nepal mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah.
“Pemerintah tidak melakukan apa-apa untuk kami. Kami menggali reruntuhan dengan tangan sendiri,” ujar salah satu korban bernama Anil Giri, seperti dikutip dari Reuters.
Dia bersama 20 relawan lainnya mencari dua orang kawannya yang diperkirakan tertimbun di bawah reruntuhan bangunan.
Di sisi lain, para pejabat yang berwenang mengakui mereka kewalahan menghadapi bencana skala besar ini.
“Tantangan terbesarnya adalah menyampaikan bantuan. Kami mendesak negara asing untuk memberikan bantuan dan tenaga medis. Kami mengandalkan bantuan para relawan asing untuk melalui kondisi krisis ini,” ujar Chief Secretary Leeela Mani Pudel.
Situasi pascagempa terlihat lebih parah di area-area terpencil. Jalan raya tertutup longsor, dan banyak penduduk desa yang bertahan tanpa air dan listrik, hanya mengandalkan sisa makanan yang masih ada dan tanpa bantuan dari luar.