Bisnis.com, JAKARTA--Rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly mengkaji peraturan pemerintah PP yang membatasi pemberian remisi kepada koruptor mendapat dukungan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie.
Anggota Tim 9 ini mendukung pemberian remisi itu dengan alasan beralasan para koruptor tersebut memiliki hak yang sama dengan narapidana lain. Karena itu, negara harus bisa adil dalam pemberian remisi kepada semua narapidana, termasuk narapidana kasus korupsi. “Narapidana kasus korupsi memiliki hak yang sama dengan narapidana yang lainnya,” ujar Jimly Asshiddiqie.
Namun Jimly Asshiddiqie mengakui selama ini negara cukup royal dalam pemberian remisi kepada narapidana. “Setahun, remisi diberikan sebanyak dua kali. Pada saat hari raya agama dan HUT Kemerdekaan,” kata Jimly saat ditemui sejumlah wartawan di Universitas Sebelas Maret [UNS] Solo, seusai lokakarya Klinik Etik dan Hukum, Sabtu (14/3/2015).
Jimly Asshiddiqie meminta pemerintah tidak terlalu royal dalam pemberian remisi. Jadi sebaiknya, pemerintah mengurangi pemberian remisi dalam satu tahun. “Cukup diberikan saat ulang tahun kemerdekaan saja,” saran mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu terlalu mempermasalahkan pemberian remisi.
Para pegiat antikorupsi sendiri menolak rencana pemerintah merevisi PP tentang pembatasan pemberian revisi. Hal itu, justru akan membuat peluang koruptor mendapatkan hukuman ringan.