Bisnis.com, SINGAPURA—Mata uang Yuan China kehilangan daya tariknya selama dua bulan terakhir di pasar negara berkembang menyusul keputusan bank sentral China untuk melemahkan mata uang tersebut.
Rasio Sharpe Yuan yang merupakan acuan untuk mengukur keuntungan setelah perubahan harga, berubah negatif tahun ini akibat meningkatnya volatilitas pada mata uang Yuan pada Februari 2014.
Mencuatnya volatilitas Yuan terjadi pada saat The Fed mulai mengumumkan rencana untuk mengurangi pembelian. Nilai tukar Yuan seketika tumbang pada 25 Februari 2014, menembus angka tertinggi sejak 2010.
Akibatnya, sejumlah investor yang meminjam dollar untuk membeli Yuan menelan kerugian yang cukup signifikan.
Apalagi, sejumlah investor tersebut meyakini People’s Bank of China akan melakukan intervensi untuk mencegah penguatan Yuan.
“Banyak investor asing yang tertarik untuk berinvestasi menggunakan Yuan karena keuntungan yang besar dan tingkat volatilitas yang cenderung kecil,”ungkap Rajeev De Mello, Ketua Pendapatan Tetap Asia Schroder Investment Management Ltd. di Singapura, Kamis (27/2).
Namun, tiba-tiba, tambahnya, argumen mengenai tingkat volatilitas perdagangan Yuan tidak lagi berlaku.
Sementara itu, Deutsche Bank AG, bank terbesar di dunia pada sektor perdagangan valuta asing memperkirakan taruhan investor terkait kenaikan Yuan terhitung mencapai US$500 miliar.
Berdasarkan data Bloomberg, perdagangan Yuan dengan basis dollar menelan kerugian 1% pada tahun ini sedangkan perdagangan Rupiah dengan basis dollar mencatat kenaikan 5,8% dan profit untuk Real Brazil yaitu 2,1%.
Perdagangan valuta asing itu juga melibatkan peminjaman dana dengan suku bunga rendah untuk membeli aset dengan keuntungan yang lebih besar di negara lainnya.
Pemerintah China menurunkan mata uang Yuan ke level referensi harian selama 5 hari berturut-turut hingga 24 Februari tahun ini, periode terlama sejak pemangkasan November tahun lalu.
Yuan bertengger dengan nilai 6,122 per dollar pada Rabu, (26/2) sehingga memperkuat spekulasi bank sentral akan memperluas perdagangan hingga 1%.
Di lain pihak, Anggota Eksekutif European Central Bank (ECB) Yves Mersch mengemukakan peluang Yuan atau Renminbi untuk menggeser peran dollar cukup besar.
“Setelah menjadi bagian dari mata uang pembayaran perdagangan penting, Renminbi kini mulai mendekati status sebagai mata uang investasi internasional,”kata Mersch.
Apalagi, jika melihat ukuran ekonomi China dan peran pentingnya pada perdagangan dunia, terutama sektor keuangan, Renminbi akan menjadi pesaing utama dollar Amerika Serikat.
Seperti diketahui, pemerintah komunis China telah membiarkan Yuan bergerak lebih bebas, tentunya dengan menetapkan batasan ketat ketika Yuan mulai mengalir ke luar negeri. Renminbi merupakan salah satu dari 10 mata uang utama yang digunakan sebagai pembayaran tahun lalu.
“Pemberlakuan perdagangan langsung antara Euro dengan Renminbi pada pasar valuta asing di Shanghai akan membawa efek positif pada kedua mata uang itu,” tambahnya.