WTO Mengancam Hak atas Pangan dan Memperburuk Krisis Iklim”
Bisnis.com, JAKARTA - Selama lebih dari 3 dekade WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) menjadi ruang elitis, yang mendorong pasar bebas dan privatisasi di seluruh pelosok dunia, termasuk membuka setiap hambatan perdagangan, dan merongrong peran negara dalam mengendalikan korporasi.
Kesepakatan-kesepakatan WTO semua ini—ditandatangai menjadi dasar hukum bagi perdagangan internasional, di antaranya Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual, Perjanjian Pertanian, kesepakan penurunan tarif atas barang dan jasa.
Perkembangan terakhir, sejumlah negara maju terutama AS berusaha mendorong penghapusan subsidi pangan dan menolak menghentikan subsidi ekspornya sendiri.
Mida Saragih, Koordinator CSF-CJI (Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim) menegaskan terdapat kegagalan luar biasa negara-negara maju untuk memahami kontribusi WTO terhadap pemburukan krisis iklim. Peningkatan arus perdagangan bebas merupakan kontributor terbesar Gas Rumah Kaca—yang memperburuk dampak iklim.
"Sementara itu, upaya penghapusan subsidi pangan dapat membahayakan petani sebagai bagian dari masyarakat paling rentan di dunia, mengancam perjuangan masyarakat dunia melawan krisis kelaparan dan kemiskinan.”
“WTO harus memberikan ruang kepada negara-negara di dunia untuk menjaga alam dan melaksanakan kebijakan pembangunan yang dapat memastikan hadirnya lingkungan hidup dan sumber pangan yang sehat,” tutup Mida.
Pengirim:
Mida Saragih, Koordinator Nasional CSF-CJI
Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim