Bisnis.com, BANDUNG — Sejumlah pemerintah daerah di Jawa Barat mulai membidik retribusi dari perizinan bagi tenaga kerja asing guna mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
Kota Bandung dan Kabupaten Subang akan mengatur retribusi bagi pekerja asing melalui peraturan daerah. Sementara itu, Kabupaten Bekasi dan Purwakarta sudah lebih dulu menyusun perda tersebut.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung Ahmad Nugraha mengungkapkan saat ini pihaknya tengah mengkaji rancangan peraturan daerah (raperda) tentang retribusi perpanjangan izin bagi tenaga kerja asing.
“Kami tengah menggali pengertian pekerja asing, dan kepentingannya di Kota Bandung. Soalnya keberadaan mereka tidak memberikan kontribusi terhadap kas daerah. Kami pun harus melihatnya dari berbagai sisi,” katanya, Senin (25/11/2013).
Dia menjelaskan regulasi bagi tenaga asing perlu diperketat karena di lapangan disinyalir banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan tenaga asingnya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans). Kondisi itu merugikan pemerintah daerah.
Oleh karena itu, pihaknya akan menekankan setiap perusahaan untuk berperan aktif melaporkan jumlah tenaga asing dan mendorong segera mengurus perizinannya. “Seharusnya perusahaan jangan mau bayar mahal para tenaga asing yang tidak memberikan kontribusi terhadap kas daerah,” tegasnya.
Sementara itu, Pemkab Subang juga tengah menyiapkan Perda Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang mengatur pungutan retribusi sebesar US$100 per bulan.
Ketua Pansus IMTA DPRD Kabupaten Subang Rohmani mengatakan beleid tersebut akan mulai diberlakukan pada awal tahun depan, sehingga saat ini sosialisasi mengenai aturan tersebut terus digencarkan.
“Sosialisasi dilakukan bersama Apindo yang membawahi sejumlahperusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing. Diharapkan pada waktunya semua perusahaan bisa melaksanakannya," katanya kepada Bisnis, Senin (25/11/2013).
Pihaknya mengaku telah melakukan kajian akademis dan menginventarisasi jumlah pekerja asing yang bekerja di wilayahnya mencapai 221 orang.
Menurut dia, perda yang awalnya merupakan inisiatif legislatif itu, tidak berbenturan dengan aturan yang lebih tingi seperti Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dia mengungkapkan, perda tersebut mengatur nominal kutipan retribusi dari pekerja asing serta sanksi dan pengembalian uang yang telah disetorkan apabila yang bersangkutan bekerja tidak sesuai dengan perjanjian.
"Kalau seseorang itu dalam perjanjian kerja setahun, otomatis bayar perizinannya untuk setahun. Apabila faktanya hanya bekerja beberapa bulan saja, pemda harus mengembalikan uang lebih tersebut," ujarnya.
Selama ini, pemda Subang tidak mendapatkan apa-apa dari keberadaan pekerja asing. Padahal, mayoritas menduduki jabatan strategis seperti pimpinan perusahaan. Pada umumnya investor asing di Subang berasal dari Korea Selatan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Hening Widiatmoko mengatakan selama ini perpanjangan izin tenaga kerja asing dikutip US$100 per orang. "Selama ini pekerja asing diatur pemerintah pusat,” ungkapnya.
Menurut Hening dari sekitar 7.000 pekerja asing di Jabar memiliki potensi sekitar Rp70 miliar per tahun bagi PAD Jabar. Keharusan adanya perda agar potensi itu bisa mengucur ke Jabar, dianggap merepotkan.
Tahun ini, Disnakertrans sudah mengajukan rancangan perda tentang perlindungan tenaga kerja dan penyelenggaraan tenaga kerja. “Tapi perda [IMTA] itu wajib karena murni jadi pemasukan bagi PAD,” tuturnya.
Saat ini, baru Kabupaten Bekasi dan Purwakarta yang sudah responsif dengan menyusun perda tersebut. Pihaknya berharap raperda tersebut bisa dibahas tahun ini dan masuk pembahasan di DPRD. “Potensi PAD dari retribusi pekerja asing kemungkinan akan naik terus setiap tahunnya.”
Dia menambahkan dengan perda tersebut perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing di Jabar wajib melaporkannya ke Disnaker Jabar. Jika tidak, pekerja asing tersebut bisa terancam dideportasi,” tegasnya.