Bisnis.com, JAKARTA - Alih-alih berpangku tangan dan terus berharap kepada pemerintah untuk mengentaskan anak-anak terlantar, orang-orang muda ini mendedikasikan diri untuk menambal lubang bangsa dengan mendidik anak-anak kurang beruntung.
Intelektual muda Anies Baswedan menggagas gerakan Indonesia Mengajar. Gerakan ini merekrut, melatih, dan mengirim generasi muda terbaik ke berbagai daerah di Indonesia untuk mengabdi sebagai pengajar di Sekolah Dasar dan masyarakat selama setahun. Sejak 2009 program ini telah diikuti oleh puluhan ribu relawan.
Selain Anies Baswedan, tentu masih banyak anak-anak muda yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan anak-anak terlantar yang layak disebut sebagai Para Penjaga Asa Anak Bangsa, diantaranya adalah;
Save Street Child
Gerakan ini diprakarsai oleh Shefti Lailatul Latiefah sejak 2011 lalu. Dara kelahiran Jombang, 5 September 1989 yang akrab dipanggil Shei Latiefah ini terinspirasi oleh beberapa anak jalanan yang sering dijumpainya. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengajar mereka di rumah kos-nya.
Media sosial kemudian menginspirasi Shei untuk mengajak orang lain melakukan seperti apa yang telah dia lakukan. Maka lahirlah gerakan #savestreetchild, sebuah kegiatan pengadaan kelas gratis untuk anak-anak jalanan.
“Tugas manusia terdidik adalah mendidik manusia lainnya,” begitu bunyi kredo people movement ini.
#savestreetchild tiada henti ditular-kicaukan di jejaring sosial melalui akun @savestreetchild. Alhasil, perempuan yang sekarang bekerja di sebuah lembaga konsultasi pendidikan luar negeri di Jakarta ini pun mendapatkan banyak dukungan dari kalangan muda lainnya.
Kini, semangat #savestreetchild telah menyebar hingga ke 16 daerah, walaupun dengan manajemen yang berbeda. Alumnus Universitas Paramadina ini memberikan hak otonom kepada relawan di Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Makassar, Manado, Palembang, Padang, Madura, Jember, Blitar, Depok, Pasuruan, Malang, Semarang dan Solo untuk melakukan kegiatan kongkrit.
“Satu tangan hanya bisa memulai, tangan lainnya yang meneruskan. Dari situlah muncul Pergerakan!”, ungkap Shei di akun Facebooknya.
Sahabat Anak
Kepedulian pada anak jalanan juga tampak dalam kegiatan yang dilakukan Sahabat Anak. Berangkat dari keprihatinan sulitnya anak jalanan memperoleh akses pendidikan, Beny Lumy, Lina Tjindra, Alles Saragih dan 6 orang lainnya menggagas yayasan nirlaba yang memberikan pendidikan serta memperjuangkan hak-hak anak marjinal (terlantar & kurang mampu) serta anak jalanan di Jakarta agar mereka memiliki masa depan.
Melalui bimbingan belajar yang tersebar di beberapa lokasi di Jakarta, Sahabat Anak membimbing anak jalanan belajar membaca, menulis, berhitung, bahasa Inggris hingga public speaking, olah raga, musik, tari dan ke-rajinan ta-ngan.
Selain itu organisasi yang telah eksis lebih dari satu dekade ini juga memberikan dukungan moral dan finansial bagi anak-anak yang punya motivasi untuk kembali ke sekolah (pendidikan formal). Sahabat Anak mencarikan donatur yang akan membiayai uang sekolah dan kebutuhan pendidikan lainnya. Tujuannya agar anak yang terlantar, kurang mampu dan hidup di jalan dapat mengenyam pendidik-an sebagai pendongkrak status, ekonomi, dan karakter menuju fase yang lebih baik.
Sekolah Kita
Kurang lebih 30 kilometer dari barat daya Jakarta, tepatnya di Kampung Cibitung Kecamatan Rumpin Bogor, anak-anak muda yang tergabung dalam sukarelawan Rumpin (dalam sengketa tanah warga dengan TNI AURI) beserta Ibu Neneng (warga Rumpin) mendirikan sebuah sekolah gratis untuk anak-anak kampung, Sekolah Kita.
Fokus dari Sekolah Kita adalah membangun mental (khususnya menghadapi traumatic sengketa), dan menjadi alternatif di luar sekolah formal (melalui kurikulum kreatifitas). Menariknya, siapa pun dapat menjadi pengajar di Sekolah Kita. Para relawan pengajar ini bisa berasal dari mana pun. Mereka terhubung melalui media sosial, blog, dan jejaring sosial lainnya. Kini, Sekolah Kita rata-rata menampung 90 anak untuk setiap ang-katannya.
“Di sini tak ada kewajiban bagi pengajar membuat anak semakin pintar dan paham pelajaran sekolah di luar kepala. Tapi, lebih dari itu, siapapun pengajar di Sekolah Kita wajib membuat peserta kelas bisa tertawa lepas dan gembira,” demikian pernyataan mereka sebagaimana dikutip dari blog resmi Sekolah Kita.
Semangat dan ketulusan para penjaga asa tersebut adalah contoh yang patut diapresiasi dan terus didukung. Karena di tangan mereka harapan bangsa tak pernah redup, bahkan akan semakin menyala dengan dukungan kita semua.