Bisnis.com, JAKARTA – Gempa dahsyat berkekuatan magnitudo 8,8 yang mengguncang perairan lepas pantai Rusia dan memicu peringatan tsunami di seluruh kawasan Pasifik, diketahui terjadi pada zona patahan megathrust.
Menurut para ilmuwan, patahan megathrust merupakan tempat Lempeng Pasifik yang lebih berat menyusup ke bawah Lempeng Amerika Utara yang lebih ringan.
Pergerakan konstan lempeng Pasifik menjadikan wilayah Semenanjung Kamchatka di Rusia Timur Jauh sangat rentan terhadap gempa besar, dan para pakar memperingatkan kemungkinan gempa susulan dengan kekuatan lebih besar belum sepenuhnya tertutup.
Pusat gempa berada di dekat kota Petropavlovsk-Kamchatsky dan tercatat sebagai yang terkuat sejak gempa dan tsunami Tohoku 2011 yang memicu krisis nuklir Fukushima di Jepang.
Peneliti kehormatan di British Geological Survey Roger Musson menjelaskan bahwa zona seismik Kamchatka merupakan salah satu zona subduksi paling aktif di lingkaran Cincin Api Pasifik.
“Zona seismik Kamchatka adalah salah satu zona subduksi paling aktif di sekitar Cincin Api Pasifik, dan Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat dengan kecepatan sekitar 80 mm (3 inci) per tahun," ujar Musson seperti dikutip Reuters, Kamis (31/7/2025).
Baca Juga
Menurut Musson, peristiwa subduksi seperti ini mampu memicu gempa bumi yang jauh lebih kuat daripada gempa geser—seperti yang melanda Myanmar pada Maret lalu—di mana lempeng-lempeng bergerak horizontal dengan kecepatan berbeda.
Wilayah Kamchatka juga pernah diguncang gempa magnitudo 9 pada November 1952 yang menghancurkan kota Severo-Kurilsk dan menyebabkan kerusakan parah hingga ke Hawaii.
US Geological Survey (USGS) mencatat gempa Rusia kali ini sebagai gempa ke-6 terkuat sepanjang sejarah. Posisinya sejajar dengan dua gempa besar lainnya seperti gempa Biobío, Chile, tahun 2010 dan gempa Esmeraldas, Ekuador, pada 1906.
“Gempa hari ini masuk dalam jajaran sepuluh gempa terkuat yang pernah tercatat,” ujar Helen Janiszewski, Asisten Profesor Divisi Geofisika dan Tektonik di Universitas Hawaii seperti dilansir BBC International, Rabu (30/7/2025).
Potensi Tsunami
Gempa megathrust yang dangkal memiliki potensi lebih besar memicu tsunami karena menggeser dasar laut dan memindahkan volume air dalam jumlah besar.
Dengan kedalaman hanya 20,7 km, gempa yang terjadi pada Rabu memang sejak awal mengindikasikan risiko tsunami, kata para ahli.
Kepala ilmuwan Seismology Research Centre Australia Adam Pascal mengatakan ini adalah gempa bumi lepas pantai. Umumnya, gempa bumi lepas pantai memiliki potensi tsunami.
"Jika ada gempa yang relatif dangkal, kemungkinan besar akan memecah permukaan dasar laut," katanya.
Gelombang tsunami setinggi sekitar 1,7 meter mencapai Hawaii—lebih rendah dari perkiraan awal—namun tetap cukup berbahaya bagi garis pantai rendah negara-negara pulau di Pasifik.
Sejumlah wilayah di Polinesia Prancis bahkan diimbau bersiap menghadapi gelombang setinggi 4 meter.
Pascal menjelaskan, dampak tsunami sangat bergantung pada topografi dasar laut.
"Kalau mendekati pantai dengan lereng yang landai, sebagian energi gelombang akan terdisipasi. Tapi jika langsung menabrak lereng curam, ketinggian gelombang bisa meningkat tajam," ujarnya.
Gempa pada Rabu juga memicu setidaknya 10 gempa susulan di atas magnitudo 5. Caroline Orchiston, Direktur Centre for Sustainability di Universitas Otago, Selandia Baru, memperkirakan gempa susulan bisa berlangsung selama berbulan-bulan, dan sebagian bisa menimbulkan kerusakan.
Gempa utama ini terjadi kurang dari dua minggu setelah gempa magnitudo 7,4 di kawasan yang sama—yang kini diidentifikasi sebagai gempa pendahulu (foreshock).
"Gempa bersifat tak terduga. Tidak ada pola pasti yang bisa dijadikan acuan ilmiah dalam rangkaian gempa bumi,” kata Pascal.
Ia menambahkan, gempa susulan besar masih mungkin terjadi, meskipun dalam pola umum, kekuatan dan frekuensinya akan menurun seiring waktu.
"Selalu ada kemungkinan terjadinya gempa yang lebih besar, tapi biasanya jika itu terjadi, waktunya berdekatan—dalam hitungan hari atau minggu,” pungkasnya.