Bisnis.com, JAKARTA - “Di balik kata-kata yang tajam, ada semangat perjuangan yang tak pernah padam, itulah Abdul Muis.” Kalimat ini merangkum sosok jurnalis dan sastrawan yang meyakini bahwa tinta bisa menumbangkan tirani.
Di zaman di mana informasi dimanipulasi dan media kadang kehilangan integritas, kisah Abdul Muis mengajarkan bahwa literasi dan jurnalisme bukan sekadar profesi. Dia adalah medan pertempuran moral dan nasionalisme sejati.
Mengapa penting hari ini? Karena saat ini kita menghadapi peperangan verbal dan kultural. Di mana kata bisa menumbangkan opini publik atau membentuk identitas bangsa. Abdul Muis menunjukkan bahwa pena, integritas, dan keberanian menulis bisa membuka jendela perlawanan masa kini.
Biografi Abdul Muis
Dilansir dari Kemdikbud, Rabu (30/7/2025), Abdul Muis lahir 3 Juli 1883 di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat. Ia sempat belajar di Europeesche Lagere School dan meneruskan studi kedokteran di STOVIA, Batavia, yang terhenti karena sakit. Setelah bekerja di Departemen Pendidikan, ia beralih ke dunia jurnalistik saat bergabung dengan surat kabar nasionalis di awal abad ke-20.
Profil Singkat
- Nama lengkap: Abdul Muis (juga dieja Abdoel Moeis)
- Profesi: Jurnalis, sastrawan, politisi nasionalis
- Karya terkenal: Salah Asuhan (1928)
- Gelar Pahlawan Nasional: Diberikan oleh Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1959
- Wafat: 17 Juni 1959 di Bandung, dimakamkan di TMP Cikutra
Perjalanan Aktivisme Abdul Muis
Bergabung dengan Sarekat Islam
Pada 1913, Muis terjun ke Sarekat Islam (SI), organisasi massa nasionalis pertama di Hindia Belanda. Di sana, ia bekerja sebagai wakil SI, memperluas jaringan politik dan intelektualnya, serta menjadi figur penting dalam menyalakan api pergerakan.
Aktivisme di Hindia Belanda
Muis dikenal sebagai penulis kritis. Ia menyoroti kebijakan diskriminatif kolonial, memimpin aksi protes, dan kerap berhadapan dengan Belanda. Tahun 1919 ia ditangkap dan diasingkan ke Garut setelah kampanye lantang menolak pajak kolonial.
Keterlibatan dalam Volksraad
Ditunjuk menjadi anggota Volksraad pada 1918, bersama Oemar Said Tjokroaminoto, ia membahas pengusulan perbaikan pemerintahan penduduk bumiputra di dewan kolonial.
Delegasi ke Belanda
Ketika Boedi Utomo, Jong Java, dan SI menuntut representasi di parlemen Belanda, Muis ikut menghasilkan diplomasi luar negeri. Ia menyuarakan keinginan Hindia untuk pemerintahan sendiri di Den Haag (1916-1918).
Peran di Dunia Jurnalisme dan Sastra
Kontribusi di Surat Kabar
Sebagai redaktur Pewarta Hindia, De Express, dan Neratja, Muis menyebarkan opini kritis terhadap kolonialisme. Tulisan-tulisannya menggambarkan realitas diskriminasi dan menuntut kesetaraan sosial.
Perjuangan lewat Tulisan
Ia percaya bahwa kata bisa membebaskan jiwa bangsa. Ketika dilarang menulis karena dianggap provokatif, ia tetap menyuarakan gagasan melalui artikel samar dan tulisan budaya yang menyuarakan perlawanan.
Kritik terhadap Kolonialisme
Tulisan kritiknya di De Express membuat pemerintah kolonial resah. Dia dikenal sebagai “jurnalis yang ditakuti Belanda”.
Karya Besar: Salah Asuhan
Ringkasan Novel
“Salah Asuhan” bercerita tentang Hanafi, pemuda Minangkabau yang terpesona budaya Barat dan menikahi Corrie, wanita Indonesia. Namun kesalahpahaman budaya, konflik identitas, dan pilihan hidup membuat mereka hancur.
Kritik Sosial dan Budaya
Melalui novel ini, Muis menyoroti bahaya westernisasi yang kehilangan akar budaya. Ia menyampaikan bahwa modernisasi perlu menjaga jati diri bangsa dan menjembatani nilai tradisi dan kemajuan.
Pengaruh Sastra
“Salah Asuhan” diakui sebagai salah satu tonggak sastra modern Indonesia pra-kemerdekaan. Menjelang kemerdekaan, karya ini membentuk pemikiran kritis terhadap identitas bangsa.
Sastrawan Pejuang
Lewat novel ini, Abdul Muis membuktikan bahwa sastra bisa menjadi senjata perlawanan, bukan sekadar estetis, tapi mengandung kritik politik dan kultur.
Penetapan sebagai Pahlawan Nasional
Presiden Soekarno secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Abdul Muis pada 30 Agustus 1959.
Namanya diabadikan via Jalan Abdul Muis di Jakarta dan Bandung, serta di berbagai sekolah dan perpustakaan. Beberapa program literasi nasional menggunakannya sebagai inspirasi.
Semangat menulis kebenaran, melawan ketidakadilan lewat literasi, dan keberanian berpikir menjadi nilai penting bagi penulis dan aktivis muda masa kini.
Fakta Menarik Abdul Muis
- Jurnalis yang Ditakuti: Kabinet Belanda pernah melarang tulisannya di De Express karena dianggap provokatif dan membahayakan stabilitas kolonial.
- Pernah Dilarang Menulis: Setelah aksi-aksinya di Sulawesi dan Yogyakarta, ia dikenai pembatasan dan bahkan diasingkan di Garut selama beberapa tahun.
- Novel Difilmkan: “Salah Asuhan” diadaptasi menjadi film tahun 1972 oleh sutradara Asrul Sani, mempertahankan reputasi karya tersebut sebagai bagian warisan sastra Indonesia.
FAQ
- Siapa Abdul Muis? Jurnalis, sastrawan, dan aktivis nasionalis kelahiran 1883 dari Minangkabau.
- Karya terkenal Abdul Muis? “Salah Asuhan” (1928), novel yang menjadi pilar sastra modern Indonesia.
- Apa kontribusi Muis bagi bangsa? Ia mengobarkan perlawanan melalui tulisannya dan mengedepankan kesadaran identitas budaya serta jurnalisme kritis.
- Kapan Abdul Muis meninggal? Wafat 17 Juni 1959 di Bandung, dimakamkan di TMP Cikutra.
- Apa gelar kehormatan untuk Abdul Muis? Dianugerahi Pahlawan Nasional pada 30 Agustus 1959 oleh Presiden Soekarno.
“Abdul Muis mengajarkan bahwa tak selalu perlu mengangkat senjata untuk memperjuangkan bangsa. Kadang, cukup dengan keberanian menulis kebenaran.”
Ia menunjukkan bahwa jurnalisme dan sastra adalah medan perjuangan, tempat pena dipertaruhkan demi martabat bangsa. Semoga kisahnya mendorong generasi baru untuk memberi keberanian bagi suara kebenaran di era digital saat ini.
Disclaimer: Artikel ini dihasilkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi Bisnis.com untuk memastikan akurasi dan keterbacaan informasi.