Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Presiden Prabowo Subianto berhasil menekan tarif imbal balik Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dari 32% menjadi 19%. Semula penurunan tarif resiprokal itu dianggap sebagai sebuah keberhasilan, belakangan kesepakatan antara Prabowo dan Trump justru memicu polemik.
Sekadar informasi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan terkait tercapainya kesepakatan dagang besar antara Amerika Serikat dan Republik Indonesia.
Dalam pernyataan secara langsung melalui akun media sosial resminya, @realDonaldTrump, pemimpin negara Paman Sam itu menyebut perjanjian ini sebagai kehormatan besar dan kemenangan besar bagi AS.
“Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk mengumumkan Perjanjian Perdagangan kita dengan Republik Indonesia, yang diwakili oleh Presiden mereka yang sangat dihormati, Prabowo Subianto,” tulis Trump di platform X, Rabu (23/7/2025).
Trump menyebut bahwa dalam kesepakatan ini, Indonesia sepakat untuk menjadi pasar terbuka bagi produk industri, teknologi, dan pertanian asal Amerika Serikat dengan menghapus 99% hambatan tarif.
Baca Juga
Sebagai imbalannya, produk asal Indonesia yang masuk ke pasar AS akan dikenakan tarif sebesar 19%, sementara produk buatan Amerika akan masuk ke Indonesia tanpa tarif alias nol persen.
“Amerika Serikat kini akan menjual produk buatan Amerika ke Indonesia dengan tarif 0%, sementara Indonesia akan membayar 19% untuk semua produk mereka yang masuk ke AS. Pasar Terbaik di Dunia!” tegas Trump.
Selain itu, Indonesia juga disebutkan akan memasok mineral-mineral kritis ke AS dan menandatangani kontrak besar senilai puluhan miliar dolar, termasuk pembelian pesawat Boeing, produk pertanian Amerika, dan energi asal AS.
Trump menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan besar untuk berbagai sektor ekonomi AS. “Kesepakatan ini adalah kemenangan besar bagi produsen mobil, perusahaan teknologi, pekerja, petani, peternak, dan manufaktur kita. make America, great again!” tukas Trump.
Prabowo: Diplomasi Ekonomi
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menyebut kesepakatan tarif antara Indonesia dengan AS adalah bagian dari diplomasi ekonomi. Dia menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah situasi global yang sedang tidak kondusif.
Dia menyoroti tantangan ekonomi yang dihadapi banyak negara, termasuk ketatnya kebijakan dari Amerika Serikat, tetapi menekankan bahwa pemerintah Indonesia tetap mengedepankan pendekatan diplomatik demi kepentingan rakyat.
“Memang situasi dunia sedang tidak baik-baik saja, kita tahu itu. Perang di sini, perang di sana. Tapi Indonesia berusaha menjaga, kita non-blok, kita hormati semua pihak,” ujarnya pada acara Hari Lahir Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rabu (23/7/2025) malam.
Menurutnya, sebagai kepala negara, tanggung jawab utama adalah melindungi rakyat Indonesia dari dampak langsung krisis global, termasuk risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Dalam bidang ekonomi saya harus menjaga agar tidak ada alasan untuk PHK pekerja kita. Karena itu saya bermusyawarah, saya negosiasi,” tegas Prabowo.
Lebih lanjut, dia juga menyinggung soal respons negatif terhadap kebijakan pemerintah, termasuk sindiran terhadap program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis.
“Selalu ada yang nyinyir. Kita perlu kritik, perlu pengawasan, tapi kalau nyinyir itu agak lain. Seolah-olah semua nggak ada yang benar,” ucapnya.
Presiden Ke-8 RI itu menilai bahwa kritik terhadap program makan bergizi gratis tidak berdasar, apalagi bila dipertentangkan dengan program pendidikan gratis.
Prabowo menegaskan bahwa kedua program tersebut sama pentingnya dan harus berjalan seiring. Pemerintah, ujarnya, memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk memastikan rakyat khususnya anak-anak mendapatkan akses gizi dan pendidikan yang layak.
“Ada yang mempertanyakan, mau makan bergizi gratis atau pendidikan gratis? Saudara-saudara, UUD 1945 mewajibkan pendidikan gratis. Tapi anak-anak yang lapar tidak boleh dibiarkan lapar, mereka masa depan kita,” tegas Prabowo.
Indonesia Kebal Kesepakatan Tarif?
Sementara itu, Chief Economist AMRO Dong He menuturkan Indonesia merupakan ekonomi terbesar di Asean yang didukung oleh pasar domestik yang signifikan. Hal tersebut membuat perekonomian Indonesia sebagian besar ditopang oleh permintaan dalam negeri.
Menurutnya, kebijakan pemerintah Indonesia yang membebaskan tarif untuk produk asal AS tidak akan menimbulkan dampak signifikan. Dia menuturkan, Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 10% dari total ekspor Indonesia, sementara itu China menyumbang lebih dari dua kali lipatnya.
"Perekonomian Indonesia relatif tidak rentan karena tingkat keterbukaannya terhadap perdagangan internasional juga lebih rendah. Pasar ekspor terbesar Indonesia juga bukan AS. Dari sudut pandang tersebut, Indonesia seharusnya cukup terlindungi dari putaran tarif terbaru yang diberlakukan AS," ujarnya dalam media briefing virtual pada Rabu (23/7/2025).
Di sisi lain, dia juga menekankan pentingnya perdagangan internasional bagi perekonomian Indonesia. Seiring dengan hal tersebut, dia menyarankan Indonesia untuk terus mendiversifikasi pasar ekspornya.
He juga menambahkan perekonomian Indonesia hingga saat ini juga masih berada pada jalur yang baik. Menurutnya momentum pertumbuhan saat ini digerakkan oleh permintaan domestik masih kuat.
"Di sisi lain, kebijakan moneter maupun fiskal dinilai masih memiliki ruang yang cukup untuk menopang perekonomian apabila dibutuhkan," katanya.
Adapun, AMRO menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% pada 2025. Proyeksi tersebut terungkap dalam laporan terbaru AMRO bertajuk ASEAN+3 Regional Economic Outlook Update edisi Juli 2025. Dalam laporan edisi April 2025, AMRO memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5% pada 2025.
Penurunan proyeksi tersebut juga dilakukan pada seluruh pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara serta China, Jepang, dan Korea Selatan atau disebut Asean+3. AMRO memprediksi pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut sebesar 3,8% pada 2025 dan melemah ke 3,6% pada 2026 mendatang.
Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan laporan AMRO pada April 2025 yang meramalkan pertumbuhan sebesar 4,2% untuk tahun ini dan 4,1% pada 2026.
Dong He menjelaskan, perekonomian negara-negara Plus-3, yakni China; Hong Kong, Jepang; dan Korea Selatan diproyeksikan tumbuh sebesar 3,7%. Sementara itu, negara-negara Asean diproyeksikan tumbuh sebesar 4,4% pada tahun ini.
"Prospek ekonomi kawasan Asean+3 masih dibayangi oleh ketidakpastian yang signifikan, dengan eskalasi tarif impor oleh Amerika Serikat menjadi salah satu risiko paling menonjol," jelas He.