Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertama Kali dalam 34 Tahun, Jepang Tak Lagi Jadi Kreditur Terbesar di Dunia

Jepang kini tak lagi menjadi negara kreditur terbesar di dunia untuk pertama kalinya dalam 34 tahun.
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang pada Jumat (24/1/2024). / Bloomberg-Akio Kon
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang pada Jumat (24/1/2024). / Bloomberg-Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA - Jepang kehilangan posisinya sebagai negara kreditur terbesar di dunia untuk pertama kalinya dalam 34 tahun, meskipun memecahkan rekor dalam jumlah aset luar negeri.

Data Kementerian Keuangan Jepang yang dilansir dari Bloomberg pada Selasa (27/5/2025) mencatat, aset eksternal bersih Jepang mencapai ¥533,05 triliun ($3,7 triliun) pada akhir 2024, naik sekitar 13% dari tahun sebelumnya.

Meskipun angka tersebut menandai rekor tertinggi sepanjang masa, angka tersebut masih berada di bawah oleh Jerman, yang aset eksternal bersihnya mencapai total ¥569,7 triliun. China tetap berada di posisi ketiga dengan aset bersih sebesar ¥516,3 triliun.

Peningkatan Jerman mencerminkan surplus giro berjalannya yang substansial, yang mencapai €248,7 miliar pada tahun 2024 sebagian besar berkat kinerja perdagangan yang kuat. 

Surplus Jepang pada gilirannya adalah ¥29,4 triliun menurut kementerian keuangan, setara dengan sekitar €180 miliar. Tahun lalu nilai tukar euro-yen naik sekitar 5%, membesar-besarkan peningkatan aset Jerman dibandingkan Jepang dalam yen.

Bagi Jepang, yen yang lebih lemah berkontribusi pada peningkatan aset dan kewajiban luar negeri, tetapi aset tumbuh lebih cepat, sebagian didorong oleh perluasan investasi bisnis di luar negeri.

Data tersebut secara umum mencerminkan tren yang lebih luas dalam investasi langsung asing. Kementerian Keuangan Jepang menyebut, pada 2024, perusahaan-perusahaan Jepang mempertahankan minat yang kuat terhadap investasi langsung asing, khususnya di AS dan Inggris. 

"Sektor-sektor seperti keuangan, asuransi, dan ritel menarik modal yang signifikan dari investor Jepang," kata kementerian tersebut.

Ke depannya, lintasan investasi keluar mungkin bergantung pada apakah perusahaan-perusahaan Jepang terus memperluas pengeluaran luar negeri mereka, khususnya di AS. 

Dengan berlakunya kebijakan tarif Presiden Donald Trump, beberapa perusahaan mungkin terdorong untuk merelokasi produksi atau mentransfer aset ke AS guna mengurangi risiko terkait perdagangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper