Bisnis.com, JAKARTA — Kedutaan Besar Swedia untuk Indonesia hari ini menggelar pameran kerja dan pendidikan 'JOIN SWEDEN - Study & Career Fair' di ARTOTEL Gelora Senayan Jakarta. Tahun ini peserta yang mengikuti dan mencoba peruntungan untuk berkarier dan melanjutkan pendidikan di Swedia melonjak 73% dibanding tahun lalu, menjadi lebih dari 2.000 peserta.
Sementara di satu sisi, tagline atau tagar Kabur Aja Dulu belakangan santer terdengar di media sosial sebagai respons dari dinamika politik yang terjadi di Tanah Air. Tagline tersebut merupakan bentuk respons anak-anak muda di Indonesia untuk ke luar negeri, baik untuk melanjutkan pendidikan atau berkarier.
Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN Daniel Blockert menanggapi bagaimana lonjakan animo tersebut dikaitkan dengan tagar #kaburajadulu.
"Ya, kami sangat mengikutinya [#kaburajadulu di sosial media], tertu saja, saya mengerti banyak pelajar di Indonesia berpikir untuk peluang ke luar negeri. Tapi saya berharap mereka ke Swedia karena berpikir itu pilihan bagus sebagai alternatif dan sesuatu yang bagus untuk karier mereka. Saya tidak ingin hal buruk terjadi pada Indonesia sehingga orang-orang terpaksa meninggalkannya," kata Daniel saat ditemui usai membuka pameran, Sabtu (12/4/2025).
Daniel menjelaskan pemerintah Swedia dan Indonesia sudah lama menjalin kerja sama. Dia menjabarkan banyak MoU sudah diteken oleh universitas dari kedua negara antara lain seperti program PhD kedokteran dengan Universitas Airlangga maupun program lainnya dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
"Jadi saya berharap apa yang akan dilakukan pemerintah di masa mendatang akan mempertimbangkan minat mahasiswa. Karena kami ingin mahasiswa datang ke Swedia karena mereka ingin, bukan karena mereka merasa dipaksa [karena keadaan di Indonesia]," ujarnya.
Baca Juga
Dalam jangka panjang, Daniel berharap mahasiswa yang sudah selesai menimba ilmu di Swedia dapat pulang kembali ke Indonesia untuk membantu membangun Indonesia.
"Jadi saya tidak tertarik dengan mahasiswa Indonesia yang merasa harus meninggalkan negara ini. Tidak. Saya ingin mereka pergi dan saya ingin banyak dari mereka kembali ke sini dan melakukan pekerjaan yang baik di sini," ujarnya.
Daniel menyadari bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang masih banyak melakukan pembangunan di berbagai sektor. Dirinya membandingkan bagaimana Swedia sudah membangun negaranya jauh lebih lama daripada Indonesia.
"Setiap orang tahu, ini adalah negara yang masih muda [berkembang]. Dan negara ini bahkan lebih muda sebagai negara demokrasi. Jadi itu tidak aneh. Maksud saya, mudah bagi saya untuk mengatakan bahwa Swedia telah menjadi negara merdeka selama 800 tahun atau sekitar itu. Dan kami tidak sempurna. Dan anda [Indonesia] telah menjadi negara demokrasi bahkan belum berusia 30 tahun. Jadi, tidak apa-apa jika Indonesia harus bekerja keras," ujarnya.
Menyinggung bagaimana sektor pendidikan bisa menjadi motor pembangunan ekonomi sebuah bangsa, Daniel cukup optimis bahwa pendidikan-khususnya dari program yang dijalin Indonesia dengan Swedia-dalam jangka panjang bisa berkontribusi atas cita-cita pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
"Itu mungkin lebih berkaitan dengan kebijakan ekonomi. Tetapi maksud saya, jika anda bicara soal jangka panjang, tentu saja. Dan jika mahasiswa Indonesia datang ke Swedia dan belajar serta mempelajari sesuatu yang akan membantu ekonomi Indonesia, itu bagus," pungkasnya.