Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan 2 tersangka kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan PT Inti Alasindo Energi (IAE). Kasus itu diduga merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta.
Dua tersangka yang resmi ditahan KPK sore ini adalah Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya dan Komisaris PT IAE 2006-2023 Iswan Ibrahim.
"Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan Tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Asep menjelaskan, kasus tersebut bermula saat tersangka Danny pada Agustus 2017 lalu menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) untuk PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.
Danny lalu memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Pihak Isargas pun menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar US$15 juta ihwal pembelian gas PT IAE oleh PGN. Isargas juga menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu.
Uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain, yang tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.
Baca Juga
Adapun gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.
Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 menandatangani sejumlah dokumen meliputi Kesepakatan Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Kesepakatan Bersama Pembayaran di Muka serta Kesepakatan Bersama Pemanfaatan Infrastruktur.
Pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka US$15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya. "Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS Grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan Jual Beli Gas dengan PT PGN," jelas Asep.
Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.
Usai memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 lalu oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.
Pada 2 Desember 2020, Kepala BPH Migas saat itu, M. Fanshurullah Asa juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.
Tidak sampai di situ, Komisaris PGN Arcandra Tahar pada 18 Februari 2021 juga mengirimkan surat kepada Direktur Utama perseroan ihwal saran Dewan Komisaris kepada Direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.
Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE
tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp16.805 per dolar AS).
Asep lalu memaparkan, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK. Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik serta uang US$1 juta.
Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.