Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Sebut Tarif Trump Tak Punya Landasan Ekonomi

Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa kebijakan tarif terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak memiliki landasan ekonomi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, Menteri PPN/Bappenas Rohmat Pambudy dan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu tiba di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/3/2025)/Bisnis-Dany Saputra.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, Menteri PPN/Bappenas Rohmat Pambudy dan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu tiba di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/3/2025)/Bisnis-Dany Saputra.

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa kebijakan tarif terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak memiliki landasan ekonomi.

Sri Mulyani menegaskan bahwa alasan penetapan kebijakan tersebut murni untuk menutup celah dari ruang defisit dari pemasukan negara paman Sam tersebut.

Hal ini disampaikannya di depan jajaran investor, ekonom, hingga pelaku usaha lintas sektor di Ruang Assembly Hall, Lantai 9. Menara Mandiri Sudirman, Jl. Jenderal Sudirman No. 54-55, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).

“Engga ada landasan ilmu ekonominya, jadi mohon maaf tidak berguna ilmu ekonomi kita hari-hari ini,” ujar Sri Mulyani. 

Lebih lanjut, dia menyampaikan pandangan kritis terkait kondisi ekonomi global yang semakin tak menentu. Termasuk dalam menyoroti melemahnya institusi-institusi global seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO, yang menurutnya kini kehilangan legitimasi karena ditinggalkan oleh negara-negara yang justru mendirikannya.

Menurutnya, ketidakpercayaan tersebut mendorong negara-negara besar untuk menjalankan kebijakan secara sepihak (unilateral), memudarkan sistem perdagangan berbasis aturan (rule-based) yang sudah berlaku selama puluhan tahun.

Dalam situasi ini, muncul blok-blok ekonomi baru seperti BRICS, serta kebijakan nasionalis ekonomi yang makin menguat. "Setiap negara kini cenderung inward-looking. My country first, American first, China first, Indonesia first. Ini adalah insting untuk melindungi domestik masing-masing," katanya.

Sri Mulyani juga menyinggung gagalnya konsep friend-shoring — strategi membangun rantai pasok berdasarkan aliansi negara sahabat — karena pada kenyataannya, bahkan hubungan dagang antar negara yang tergabung dalam perjanjian seperti NAFTA kini tak lagi solid.

“Sekarang bahkan tidak ada definisi jelas antara kawan dan lawan,” ujarnya.

Termasuk, kata Sri Mulyani, yang paling menjadi sorotan adalah kebijakan tarif Amerika Serikat yang dikenakan secara resiprokal terhadap 60 negara. dia menilai langkah tersebut justru mengaburkan logika dasar ilmu ekonomi.

“Saya rasa semua ekonom yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami. Ini jadi sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi. Yang penting tarif duluan, karena tujuannya menutup defisit, tidak ada ilmu ekonomi di situ. Menutup defisit artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain,” pungkas Sri Mulyani.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper