Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produk Ilegal Kian Marak di RI, MIAP: Pengawasan Masih Terbatas

Peredaran produk ilegal di Indonesia kian marak disebabkan oleh aspek pengawasan yang masih terbatas.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Aspek pengawasan yang masih terbatas dinilai menjadi salah satu penyebab peredaran produk ilegal di Indonesia kian marak.

Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mencatat kerugian negara akibat produk ilegal ini mencapai Rp291 triliun. Peredaran produk palsu terus menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia.

Direktur Eksekutif MIAP, Justisiari P. Kusumah, menegaskan bahwa dampak dari pemalsuan produk tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan pajak dan menghambat penciptaan lapangan kerja.

“Kemajuan teknologi dan metode distribusi yang semakin kompleks menjadikan pengawasan terhadap produk palsu sebagai tantangan yang tidak sederhana,” ujarnya dalam sebuah diskusi, Selasa (11/3/2025).

Dia menambahkan bahwa pelabuhan dan pasar tradisional sering kali menjadi jalur utama masuknya produk ilegal, termasuk barang palsu. Dengan pengawasan yang masih terbatas, produk-produk ini dapat dengan mudah menyebar di pasaran.

Terlebih, lanjutnya, semakin besarnya perubahan gaya belanja melalui platform e-dagang menjadi sebuah tantangan baru saat ini terkait juga dengan adanya temuan-temuan peredaran produk palsu/ilegal melalui jalur distribusi platform e-dagang kepada konsumen.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, menyoroti dampak besar peredaran barang palsu terhadap ekonomi nasional.

Data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa menunjukkan bahwa pada 2019, perdagangan barang palsu dan bajakan mencapai 3,39% dari total perdagangan dunia atau setara dengan US$509 miliar.

“Produk palsu juga dapat menghambat inovasi dan kreativitas, merugikan negara dalam sektor pajak, serta memberikan dampak negatif terhadap keselamatan konsumen,” kata Razilu.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan juga memperkuat langkah-langkah penegakan HKI.

Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC, R. Tarto Sudarsono, menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam daftar Priority Watch List (PWL) oleh United States Trade Representative (USTR) karena tingginya angka pelanggaran HKI.

Bea Cukai menerapkan dua mekanisme utama, yaitu pengawasan aktif melalui ex-officio dan pengendalian niaga berdasarkan laporan dari pemilik merek.

"Selain itu, DJBC juga berkolaborasi dengan berbagai instansi dalam Satgas HKI untuk memperkuat sinergi penegakan hukum," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper