Bisnis.com, JAKARTA – Istana Kepresidenan membantah kabar yang menyebutkan bahwa anggaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkena pemangkasan atau efisiensi hingga 50%.
Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, menegaskan bahwa efisiensi yang dilakukan pemerintah sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dalam belanja APBN, tanpa mengurangi efektivitas kerja pemerintah.
“Efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN kita, tapi tidak mengurangi otot. Tenaga pemerintah dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan lemak ini,” ujarnya kepada wartawan melalui pesan teks, Selasa (11/2/2025).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa ada empat kriteria yang tidak akan terkena efisiensi, yaitu gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan publik, dan bantuan sosial.
Dengan demikian, Hasan memastikan bahwa layanan mitigasi bencana yang menjadi tugas BMKG tetap optimal.
Sekadar informasi, Pemerintah saat ini memang sedang melakukan evaluasi terhadap berbagai pos anggaran untuk memastikan alokasi dana yang lebih efisien dan efektif.
Baca Juga
Namun, Hasan menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak akan mengurangi layanan publik yang vital bagi masyarakat, termasuk layanan yang disediakan BMKG.
“Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50%. Silakan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru,” tegas Hasan.
Sekadar informasi, BMKG tak luput dari implementasi efisiensi anggaran yang diserukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam Rapat Kerja (Raker) secara daring yang digelar pada Kamis (6/2/2025), Komisi V DPR resmi menyetujui pagu indikatif anggaran 2025 hasil efisiensi untuk lembaga tersebut.
Ketua Komisi V DPR Lasarus mengumumkan bahwa anggaran BMKG untuk 2025 adalah sebesar Rp1,40 triliun. Nilai itu turun 50,35% dibandingkan dengan pagu indikatif yang sebelumnya dipatok sebesar Rp2,82 triliun.
Layanan Kedaruratan Bencana
Menyusul keputusan tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan bahwa layanan informasi cuaca, iklim, dan deteksi gempa bumi hingga potensi tsunami tetap menjadi prioritas dan berlangsung maksimal selama 24 jam menjangkau masyarakat di seluruh Indonesia.
"Meskipun dilakukan efisiensi anggaran, BMKG menjamin terlaksananya operasional layanan informasi 24 jam dan secara terus menerus," kata Dwikoritas Jumat (7/2/2025).
Efisiensi sendiri merupakan tindak lanjut atas Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.2025 dan sudah ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Dwikorita mengatakan terdapat beberapa bidang yang siap diefisiensikan BMKG, mulai dari belanja modal seperti pembelian peralatan baru untuk operasional monitoring dan deteksi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami.
Efisiensi juga menyasar anggaran operasional seperti penggunaan listrik di kantor, jaringan komunikasi serta suku cadang peralatan dan mesin.
BMKG juga akan melakukan pengetatan perjalanan dinas, memaksimalkan pertemuan luring menjadi secara daring, dan menyeimbangkan ritme kerja pegawai dengan menerapkan work from office (WFO) dan work from anywhere (WFA).
Kepastian yang disampaikan Dwikorita seolah menggugurkan kekhawatiran yang sempat disampaikan oleh Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin sehari sebelumnya.
Meskipun BMKG secara prinsip mendukung keputusan tersebut, dia tidak memungkiri bahwa efisiensi dapat berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada 2025.
Muslihhuddin menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang meteorologi, klimatologi, geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.
Efisiensi anggaran diperkirakan berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71%, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.
Setidaknya terdapat 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan bagian dari Aloptama BMKG. Mayoritas alat ini memiliki usia yang melampaui kelayakan.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami menurun dari 90% menjadi 60% dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempabumi dan tsunami menurun 70%,” paparnya, Kamis (6/2/2025).
Sebagai catatan, BMKG merupakan salah satu penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan kawasan Asean.