Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol ditetapkan menjadi tersangka atas pelanggaran kasus berat.
Ia dituduh mekakukan "penghianatan tingkat tinggi" terhadap demokrasi negaraya. Akibatnya, ia bisa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Kini penyelidikan masih berlangsung di tengah gagalnya rencana pemakzulan dirinya akibat bantuan dari partai pendukung.
“Sejumlah tuduhan telah diajukan, dan penyelidikan sedang dilakukan sesuai dengan proses yang berlaku,” kata Kepala Satuan Tugas Khusus Kejaksaan Seoul, Park Se-hyun, yang memimpin investigasi khusus, Minggu (8/12/2024), dikutip dari Yonhap.
Kantor Kejaksaan Khusus juga menyatakan bahwa Presiden Yoon telah menggunakan kekuasaannya secara salah.
Tindakan Yoon bisa dibilang menjadi pemberontakan yang menganggu jalannya konstitusi di Korea Selatan.
Baca Juga
Sebelumnya, Presiden Yoon juga telah dilarang bepergian ke luar negeri imbas dilakukan darurat militer ecara sepihak.
Mengutip Reuters, pencekalan Yoon Suk-yeol tersebut diungkapkan oleh seorang pejabat Kementerian Kehakiman Korea Selatan.
Menurut laporan media lokal, Yoon memang telah meminta maaf atas upaya darurat militer yang gagal. Yoon juga mengatakan bahwa dia menyerahkan nasib politik dan hukumnya kepada Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, meski belum mengundurkan diri. Dia juga telah menjadi subjek penyelidikan kriminal.
Kementerian Pertahanan mengatakan Yoon masih secara hukum menjadi panglima tertinggi, tetapi cengkeramannya pada kekuasaan dipertanyakan dengan meningkatnya perbedaan pendapat di antara perwira militer senior terhadap presiden, dan partainya sendiri mengatakan akan membentuk satuan tugas untuk menangani pengunduran dirinya pada akhirnya.
Oh Dong-woon, Kepala Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi, mengatakan ia telah memerintahkan larangan perjalanan ke luar negeri untuk Yoon, ketika ditanya di sidang parlemen tentang tindakan apa yang telah diambil terhadap presiden yang tengah berjuang itu.
Seorang pejabat Kementerian Kehakiman Bae Sang-up memberi tahu komite bahwa perintah larangan bepergian telah dilaksanakan.
Panel tersebut dibentuk pada 2021 untuk menyelidiki pejabat tinggi termasuk presiden dan anggota keluarga mereka, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk menuntut presiden. Sebaliknya, secara hukum, mereka diharuskan untuk merujuk masalah tersebut ke kantor kejaksaan.
Meskipun Yoon selamat dari pemungutan suara pemakzulan di parlemen pada Sabtu (7/12), keputusan partainya untuk mendelegasikan kewenangan presiden kepada perdana menteri telah menjerumuskan sekutu utama AS tersebut ke dalam krisis konstitusional.
Yoon menolak seruan, termasuk dari dalam partainya sendiri, untuk mengundurkan diri. Masa depannya tampak semakin tidak pasti selama akhir pekan ketika kantor berita Yonhap melaporkan bahwa ia sedang diselidiki atas tuduhan pengkhianatan.