Bisnis.com, JAKARTA—Hasil ‘endorse’ Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang disokong Presiden Prabowo Subianto membawa sukses besar di Jawa Tengah dengan predikat menang telak di pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin.
Bahkan, hasil Pilkada 2024 di Jawa Tengah membuat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meradang. Dia menyebut demokrasi terancam mati akibat kekuatan yang menghalalkan segala cara. Kekuatan ini, ungkapnya, menggunakan sumber daya dan alat-alat negara.
“Hal ini nampak di beberapa wilayah yang saya amati terus menerus seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, hingga Sulawesi Utara dan berbagai provinsi lainnya. Di Jawa Tengah misalnya, saya mendapatkan laporan betapa massifnya penggunaan penjabat kepala daerah, hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik electoral,” ujarnya dalam rekaman video yang diedarkan ke publik.
Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul saat ditanya wartawan menyebut hasil di Pilkada Jawa Tengah dengan metafor. “Cuaca sedang tidak baik-baik saja.”
Kekhawatiran Megawati dan Bambang Pacul itu cukup beralasan. Berdasarkan data real count KPU yang mencapai 99,75% per 28 November 2024, kemenangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin mencapai 11.350.609 suara atau 59,14%.
Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, yang diusung oleh PDIP seorang diri, memperoleh 7.841.476 atau 40,86%. PDIP dikeroyok oleh sembilan partai pengusung Luthfi-Yasin, yakni PAN, PSI, Demokrat, Nasdem, PKS, PKB, Golkar, PPP dan Gerindra
Baca Juga
Dari 35 kota dan kabupaten di Jawa Tengah, pasangan Lutfhi-Yasin nyaris menyapu bersih semua wilayah, kecuali di Semarang, Surakarta dan Magelang. Basis banteng, seperti Sukoarjo, Wonogiri, Karanganyar, hingga Klaten mampu dilibas pasangan nomor urut 2 itu.
Hal itu berkat kegigihan Jokowi untuk terjun langsung ke kantong-kantong marheins tersebut. Mantan Walikota Solo itu sempat membersamai Luthfi-Yasin di Klaten hingga Karanganyar.
Bahkan, Jokowi menembus daerah ‘merah’ di Purwokerto saat melakukan kampanye perdana. Alhasil suara di Kabupaten Banyumas itu menembus 59%. Jokowi juga melakukan canvassing Luthfi-Yasin ke daerah Blora, Grobogan hingga Purwodadi.
Rapor hijau pun diperoleh pasangan Luthfi-Yasin di seputaran daerah santri tersebut. Kemenangan besar diperoleh di Jepara dengan capaian 74,45% mengalahkan kota asal Taj Yasin, Rembang yang ‘hanya’ 70,62%.
Berkat pengaruh nama besar orang tua Taj Yasin, (alm) Maimoen Zubair, kawasan jalur pesantren, seperti Kudus, Demak, Pati hingga Blora rata-rata mendulang suara sekitar 60%-70%.
Perlu diingat juga Jokowi secara khusus menghadirkan Lutfhi-Yasin ke kediamannya dengan disaksikan langsung Prabowo. Dari pertemuan itu menghasilkan video kontroversi, karena Prabowo mengendorse pasangan tersebut.
Jokowi ‘Kecolongan’ di Rumah Sendiri?
Jokowi sepertinya 'melupakan', dengan tidak melakukan kampanye langsung di ‘rumahnya’. Dia sendiri mengaku tidak hadir di kampanye akbar Luthfi-Yasin di Solo karena tidak diundang.
Faktanya, hasil real count KPU di Surakarta kontras dengan perolehan di Jawa Tengah. Kota asal Jokowi ini hanya memberikan 143.738 suara atau 47,17% ke Lutfhi-Yasin, dibandingkan dengan Andika-Hendi yang meraup 161.000 atau 52,83%.
Hasil itu belum apa-apa bila dibandingkan dengan lokasi Jokowi melakukan pencoblosan. Kalah telak harus diterima Jokowi bila melihat hasil penghitungan suara di TPS 12, Kelurahan Sumber, Banjarsari, Solo.
Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Andika-Hendi unggul atas Luthfi-Yasin, yakni 201 suara berbanding dengan 170 suara. "Paslon 01 mendapat 201 suara, sedangkan paslon 02 mendapat 170 suara, sementara suara yang tidak sah ada 25, dan yang sah 371," kata Ketua KPPS TPS 12 Wisnu Tri Wiyanto.
Nasib masih mujur di TPS 018 Manahan, Solo, tempat Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka mencoblos. Lutfhi-Yasin memperoleh 199 suara, unggul tipis atas pasangan Andika-Hendi yang mendapat 187 suara.
Dari hasil itu, bisa jadi Jokowi sudah membaca pertanda bahwa sia-sia ‘menggarami’ kandang banteng sehingga memilih tidak melakukan canvassing. Bisa juga ada rasa percaya diri kalau di rumahnya sendiri tidak akan ‘kecolongan’.
Namun, kondisi anomali ini justru dapat mendelegitimasi tesis 'menggunakan sumber daya dan alat-alat negara' seperti yang disampaikan Megawati, Presiden ke-5 RI. Bagaimana menurut Anda?