Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Golongan Karya (Golkar) Bahlil Lahadalia singgung soal calon-calon terdahulu yang tidak dipermasalahkan kala dekat dengan pemerintahan, berbeda dengan dirinya.
Bahlil dalam pidato Musyawarah Nasional (Munas) Ke-11 Golkar sempat bercerita seharah dirinya masuk ke dalam Partai pohon beringin ini. Kemudian, ia menyinggung soal keberhasilan ketua umum (Ketum) terdahulu.
"Jadi saya menjelaskan satu hal, saya bingung ya kalau kita melihat Perjalanan Golkar pasca reformasi, senior-senior mohon maaf tolong luruskan kalau saya salah," tutur Bahlil di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).
Bahlil bercerita, bahwa dibawah kepemimpinan Akbar Tanjung pada 2004, partai Golkar berhasil bangkit kembali menjadi pemenang.
Kemudian, saat melakukan Munas di Bali dan bersaing dengan Jusuf Kalla (JK), JK kemudian berhasil menenangkan persaingan tersebut. Menurutnya, JK memang karena memiliki kedekatan dengan pemerintah.
"Beliau adalah wakil presiden, SBY adalah presidennya," jelasnya.
Baca Juga
Sesudahnya, Aburizal Bakrie atau ical bertarung dengan Surya Paloh. Usai jabatan sebagai Wakil Presiden berakhir, JK menyatakan dukungannya pada Surya Paloh dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendukung Ical.
"Setelah Pak Ical selesai, muncul Pak Setya Novanto lewat Munaslub. Waktu itu posisinya Pak Novanto sebagai Ketua DPR dekat dengan Jokowi. Alhamdulillah juga menang," tuturnya.
Kemudian, dikatakan bahwa Airlangga Hartarto juga menang dan dekat dengan Presiden sebagai menteri perindustrian.
Dia kemudian mengaku bahwa mahzabnya sebenarnya masuk dalam kompetisi. Hal ini lantaran sejak kecil, jika ia tidak berjuang untuk mendapatkan sesuatu, maka ia tidak dapat makan.
"Jadi memang mazhab saya masuk kompetisi. Ketika proses Munas Golkar kali ini saya dianggap mendapat dukungan dari pemerintah dan dianggap itu salah. Pertanyaan berikut adalah kenapa calon calon terdahulu tidak dinyatakan salah, kok saya dinyatakan salah," tanya Bahlil.
Menurutnya, apa yang membuat munculnya pemikiran tersebut adalah karena ia kader dari Timur, yang bukan siapa-siapa di partai ini.
"Apakah pengurus DPD satu partai Indonesia tidak boleh mencalonkan sebagai ketua umum partai Golkar?" jelasnya.
Dia kemudian berkeyakinan untuk membuat partai Golkar kedepannya bisa melakukan transformasi, berpijak pada cita-cita dalam perjuangan, memperkokoh semangat karya kekaryaan, dan tidak pernah berhenti untuk senantiasa melaksanakan pembaharuan dan pembangunan.