Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena Klitih merupakan kejatahan kriminal yang dikenal marak terjadi di Yogyakarta. Di media sosial, klitih banyak terjadi di jalanan Jogja yang dilakukan oleh para remaja hingga dewasa.
Motif melakukan klitih pun berbeda-beda. Mulai dari gagah-gagahan sebagai koboi jalanan, pembuktian masuk geng motor, hingga murni tindakan kriminal untuk melakukan pembegalan.
Peristiwa tersebut pun sempat menggemparkan media sosial, hingga sebagian masyarakat mengatakan bahwa Jogja bukan lagi kota ramah kendaraan apabila sudah memasuki pukul 10.00 malam.
Pada beberapa kasus, klitih tidak memilih korban seperti yang dilakukan pelaku kejahatan begal. Korban klitih bisa siapa saja.
Sejarah Klitih
Dalam sejarahnya, klitih dilakukan oleh geng motor yang membawa senjata tajam seperti golok, clurit, pedang, dan lain sebagainya. Mereka akan mengincar korban di jalanan yang sepi.
Namun kini pelaku klitih rata-rata masih di bawah umur, yakni di rentang usia 14-18 tahun. Mereka mencoba menyakiti pengguna jalan lain agar bisa masuk ke dalam geng tertentu.
Baca Juga
Klitih yang bisa menyebabkan kematian, berbeda dengan aksi begal. Pasalnya begal sengaja memilih korban untuk mendapatkan barang berharga. Sedangkan klitih memilih korban secara acak di jalan dan jarang dilakukannya perampokan.
Arti klitih
Klitih berasal dari bahasa Jawa yang berarti keluyuran atau aktivitas mencari angin di luar rumah.
Ada juga yang menyebut klitih merupakan penyebutan terhadap Pasar Klitikan Yogyakarta, yang artinya melakukan aktivitas yang tidak jelas dan bersifat santai sambil mencari barang bekas di Klitikan.
Menurut sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto, klitih sebenarnya mempunyai makna yang positif. Namun seiring berjalannya waktu, klitih menjadi bermakna negatif karena diisi dengan melakukan tindak kejahatan di jalan.
Kata ngilitih pun kini menjadi bahasa yang menunjukkan aktivitas kekerasa terhadap orang asing di jalanan menggunakan senjata tajam.
Penyebab Klitih
Penyebab terjadinya klitih dapat dijelaskan melalui teori perkembangan psikososial Erikson bahwa pada rentang usia 10 – 20 tahun, seseorang mengalami tahap perkembangan Identity vs Confusion.
Di tahap perkembangan tersebut, seseorang sedang menghadapi permasalahan dalam menemukan identitas diri tentang siapa dirinya dan kemana mereka pergi dalam hidup.
Apabila seseorang mampu mengeksplorasi diri dengan cara sehat, maka akan mencapai identitas diri yang positif. Jika tidak, seseorang akan semakin bingung terhadap identitas diri. Klitih adalah hasil dari kegagalan dalam mencapai identitas positif.
Penyebab klitih dapat diakibatkan oleh pola pertemanan yang tidak sehat karena interaksi dengan teman sebaya dapat membentuk karakter dan kebiasaan seseorang.
Selain itu, penyebab klitih bisa juga karena pola pengasuhan orang tua yang memberikan kebebasan penuh kepada anak sehingga menghasilkan karakteristik anak yang berpotensi melanggar norma, seperti perilaku klitih.