Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko membantah dengan keras saat ditanyakan terkait dengan sosok ‘Pak Kumis’ yang disebut sebagai beking dalam polemik dugaan ajaran sesat di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
“Itu yang ngomong [tuduhan] itu suruh sekolah dulu lagi biar pintar sedikit, memangnya [kalau ada kedekatan] kenapa? Memang gak boleh deket? Kan kita itu harus pandai berkomunikasi dengan siapapun, konteksnya komunikasi politik, makin saya deket dengan Pak Panji Gumilang saya bisa makin melihat apa yang akan terjadi [di Al Zaytun], ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (26/6/2023).
Lebih lanjut, Moeldoko mengamini bahwa dirinya memang pernah menginjakkan kaki ke Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, dimana saat itu dia memberikan ceramah kebangsaan. Adapun, dia menyebut momen tersebut adalah kali kedua purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat berkunjung ke sana.
Kendati demikian, dia menegaskan tak dapat berkomentar panjang terkait dengan dugaan ajaran menyimpang di ponpes tersebut, sebab hal itu dinilainya berada di luar pengetahuannya.
“Saya bukan ahlinya dan kan ada ahlinya. Kalau ada ajaran yang menyimpang yang mengetahui itu MUI, bukan Moeldoko. Memang aku siapa? Saya gak ngerti apa yang terjadi secara utuh di dalam, tetapi memang saya melihat bahwa norma kebangsaan berjalan di sana. Indonesia Raya dinyanyikan, Pancasila dibicarakan, tetapi kesehariannya aku gak di sana,” tuturnya.
Adapun, saat ditanyakan apakah izin dari Ponpes Al-Zaytun dalam waktu dekat akan dicabut. Moeldoko menilai hal tersebut tak perlu terburu-buru dilakukan, sebab dia menilai bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah menginstruksikan untuk melakukan pendalaman.
Baca Juga
“Jangan buru-buru ke sana [dicabut izinnya], dicek dulu. Makanya bahasa didalami oleh Presiden. Semuanya sesuai dengan Tupoksinya, kalau dari sisi ideologi kan di BPIP juga ada. kalau menyimpang menuju pada radikalisme ada BNPT. Jadi, semua badan bekerja untuk mendalami semuanya, kalo terjadi sesuatu serahkan nanti apakah sifatnya pembinaan atau penegakan hukum,” pungkas Moeldoko.
Sebagai informasi, polemik Al Zaytun juga berkenaan dengan hak-hak atas pendidikan serta hak-hak atas perlindungan diri, integritas, dan keamanan warga negara di dalamnya, terutama 7000-an santri dan peserta didik di sana.