Para peneliti kemudian membahas dua kasus flu burung di Kamboja. Namun, hal itu bukanlah laporan pertama penularan flu burung ke manusia.
Dugaan kasus flu burung baru-baru ini juga ditemukan pada seorang anak di Ekuador. Selain itu, penularan virus flu burung ke manusia juga teridentifikasi di Rusia, Cina, Inggris, AS, Spanyol, serta Vietnam.
Peristiwa seperti ini terjadi saat manusia bersentuhan dengan unggas yang sakit. Untungnya, peristiwa ini tidak sering menyebabkan penularan virus dari manusia ke manusia.
Kendati demikian, jika virus mengembangkan kemampuan untuk menyebar di inang baru, hal ini dikhawatirkan dapat memicu wabah atau bahkan pandemi flu burung.
Sebagai bagian dari evolusi alaminya, beberapa virus sangat pandai “melompat” ke inang baru. Misalnya, mpox (dulu disebut monkeypox) dan SARS-CoV-2 keduanya adalah virus zoonosis.
Berdasarkan surveilans genomik, kasus flu burung pada mamalia hampir selalu mengandung mutasi yang sama.
Ada kekhawatiran bahwa mutasi lebih lanjut dapat muncul ketika bersirkulasi di inang perantara yang memungkinkan virus untuk menularkan lebih baik di antara mamalia, seperti di peternakan cerpelai.
Di sisi lain, meningkatnya interaksi antar manusia dan satwa liar terjadi akibat perubahan iklim dan urbanisasi. Hal ini menandakan akan ada banyak interaksi manusia dengan hewan yang terinfeksi.
Oleh karena itu, instansi pemerintah dan peneliti di seluruh dunia secara aktif bekerja untuk mendeteksi dan mengawasi penyebaran virus flu burung pada hewan dan manusia.
Dikabarkan bahwa para peneliti saat ini tengah melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana virus ini menyebar dan beradaptasi dengan inang baru.