Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mungkinkah Kelompok Teroris Rekrut Kaum Rebahan? Waspadalah!

Menghadapi upaya indoktrinasi, jalan yang paling mudah untuk melawannya adalah tidak memikirkan doktrin tersebut sama sekali. Bahkan, tidur menjadi cara terbaik daripada mengadu argumen dengan para pencuci otak yang mahir dan dibekali amunisi dalih yang sulit dibantah. 
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA -  Jaringan terorisme terindikasi menjadikan kelompok milineal sebagai target rekrutmen mereka di Indonesia.

Indikasi itu di antaranya terlihat dari pasangan pengantin muda pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.

Indikasi lainnya tampak dari kasus "penyerangan" ke Mabes Polri oleh ZA yang berbekal senjata air gun.

ZA akhirnya tewas, tapi serangan nekad itu cukup mengagetkan dan menjadi koreksi bagi sistem pengamanan di Tanah Air.

Dua kasus itu menunjukkan bahwa pelaku, yang masih tergolong muda, menjadi korban rekrutmen atau menurut istilah Kepala BNPT Boy Rafli Amar masuk dalam perangkap atau "jebakan batman" kelompok teroris.

Soal "jebakan batman" kelompok teroris, silakan baca: Bom Bunuh di Gereja Katedral, BNPT: Pelaku Korban 'Jebakan Batman'

Hal itu menimbulkan pertanyaan lebih jauh, mungkinkah sebagian kelompok milenial yang lebih suka bermalas-malasan di rumah sambil tenggelam di dunia maya atau dikenal secara negatif sebagai kaum rebahan menjadi target perekrutan jaringan terorisme di Indonesia?

Sejauh ini belum ada jawaban terkait hal itu, dan semoga tidak ada kasus kaum rebahan yang berubah menjadi bagian dari aksi terorisme di Tanah Air.

Namun, penting untuk memperhatikan bagaimana pola rekrutmen yang dijalankan kelompok teroris untuk membangun barisan para martirnya.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin membeberkan salah satu metode yang kecenderungannya menyasar "captive audience". Sebuah pola yang targetnya menyasar kelompok yang kerap menghabiskan waktu di ruang maya.

"Ini menjadi kewaspadaan kita bersama. Bahkan dari perkembangan yang ada sejumlah analisis terorisme internasional telah membedah pola rekrutmen baru ini," kata politisi kelahiran Jakarta 31 Juni 1970.

Hal itu dikatakan Azis dalam keterangan resminya, Jumat (16/4/2021), saat meminta BNPT dan PPATK melacak dugaan penggunaan fintech atau Tekfin olek jaringan terorisme.

Azis pun meminta masyarakat khususnya lingkungan keluarga tetap waspada pada pola sasaran "captive audience" dimaksud.

Menurut Azis jaringan teroris akan tetap menekankan penyebaran narasi-narasi yang mampu memengaruhi seseorang.

"Dilanjutkan dengan ajakan, bergabung dalam grup WhatsApp hingga diajarkan merakit bom hingga doktrin menjadi pengantin, sebuah istilah lama yang mereka adopsi," katanya.

Kaum rebahan, yang merupakan stereo type untuk generasi muda yang senang bermalas-malasan di dalam rumah sambil rajin bermain gadget atau berlama-lama di dunia maya, tentu harus mengantisipasi kemungkinan tersebut.

Jika tidak waspada, waktu yang lama di dunia maya melalui Internet dan keingintahuan yang tinggi bisa menuntun kaum rebahan masuk dalam jebakan batman kelompok terorisme.

Satu hal yang paling mudah dilakukan jika secara tidak sengaja masuk dalam lorong jebakan batman tersebut, segera lah keluar tanpa perdebatan.

Mendebat argumen yang dibangun kelompok terorisme ini selain tidak berguna juga bisa membuat pandangan seseorang justru terdeviasi atau malah terpengaruh. Apalagi jika si pendebat tidak cukup pengetahuan dan asal melawan dengan keyakinan logika belaka.

Menghadapi upaya indoktrinasi, jalan yang paling mudah untuk melawannya adalah tidak memikirkan doktrin tersebut sama sekali. Bahkan, tidur menjadi cara terbaik daripada mengadu argumen dengan para pencuci otak yang mahir dan dibekali amunisi dalih yang sulit dibantah. 

Selain menyebutkan soal pola rekrutmen, Azis meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan PPATK turun tangan melacak transaksi jaringan teroris melalui fintech atau tekfin (teknologi finasial).

Hal itu disampaikan Azis Syamsuddin terkait dugaan transaksi gelap yang dilakukan lima jaringan terorisme menggunakan fintech, crowdfunding dan organisasi nirlaba di Indonesia.

"Kami meminta BNPT untuk terus meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait khususnya PPATK guna melacak sinyalemen yang ada," kata Azis melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (16/4/2021).

Kecurigaan tersebut sejalan dengan penggalangan dana melalui kampanye di media sosial dengan modus bantuan kemanusiaan untuk bencana alam, korban konflik Palestina dan Suriah, warga terpapar Covid-19 hingga berkedok bantuan panti asuhan.

"Kecenderungan ini diiringi dengan perubahan rekrutmen, pengumpulan donasi, lokasi berkumpul dan metode kerja," kata Azis Syamsuddin.

Azis juga mencurigai masih ada operasi dengan memanfaatkan beberapa momentum.

Cara-cara itu biasa dimainkan lima kelompok teroris dengan menyebar propaganda radikal secara terselubung guna perekrutan melalui dunia maya.

"Kecenderungan operasi gelap ini yang dilakukan di kawasan kota," kata politisi Golkar tersebut.

Lima jaringan teroris yang dimaksud Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut yakni jaringan Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah (JI).

Selanjutnya Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang diyakini masih aktif. MMI disebut-sebut terafiliasi dengan Al-Qaeda di Suriah dan Front Al-Nusrah.

"Dari literasi yang ada MMI merupakan organisasi pengembangan dari Darul Islam dan kemudian berubah nama lagi menjadi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT)," katanya.

Menurut Azis, kelompok JAT telah melahirkan banyak kelompok teroris lainnya yakni Jamaah Ansharut Syariah (JAS) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Terakhir, kecurigaan Azis tertuju kepada Jamaah Ansharut Khilafah (JAK). JAK  telah ada di Indonesia sejak 2016 dan mendapuk diri dengan nama JAK Nusantara.

Kelompok teroris ini dipimpin oleh Bahrunnaim yang merupakan Khatibah Nusantara ISIS Indonesia.

"Gerakannya mulai redup. Namun ada beberapa tokoh yang menyebar di kawasan barat dan timur Indonesia. Mereka menamakan dirinya JAK Masyriq dan JAK Maghrib. Kelompok ini, sangat erat dengan JAD," ujarnya.

Pahlawan Covid pun Bisa Terkonversi

Kaum rebahan tidak selamanya dipandang sebelah mata. Bahkan, di Jerman, pemerintah negeri itu memuji kaum rebahan sebagai pahlawan dalam memerangi virus Covid-19. Pujian itu disampaikan untuk mendorong warga Jerman tetap diam di rumah dalam situasi pandemi saat ini.

Dilansir DW, Kamis (19/11/2020) Pemerintah Federal Jerman pada Sabtu (14/11/2020) merilis video online yang memuji pahlawan tak terduga, dalam perjuangan negara melawan virus Covid-19.

Video berdurasi 1,35 menit ini bertajuk Together Against Corona (Bersama Lawan Corona), dengan tagar #specialheroes.

Video tersebut digunakan untuk mangajak orang-orang Jerman mengikuti kaum rebahan yang senang bermalas-malasan di dalam rumah.

Seorang pengguna Twitter bahkan memposting versi terjemahan bahasa Inggris dari video tersebut, demikian ditulis Solopos.com,  Jumat (20/11/2020).

Video pendek tersebut dimulai dengan seorang laki-laki tua yang mengenang jasanya kepada bangsa di masa mudanya.

Laki-laki tua itu mengenang saat dirinya masih menjadi siswa muda, dan seluruh perhatian menuju pada kaum muda.

“Di musim dingin tahun 2020, saya baru saja berusia 22 tahun dan sedang belajar teknik,” kata laki-laki tua tersebut. “Di usia ini, kamu ingin berpesta, belajar, berkenalan dengan orang-orang, pergi minum dengan teman-teman, tapi takdir punya rencana berbeda untuk kita,” lanjutnya.

Adegan kemudian beralih ke masa kakek itu saat masih muda, diiringi musik dramatis. Kakek tersebut dalam narasinya mengatakan bahwa ada ancaman yang tak terlihat.

“Tiba-tiba nasib negeri ini ada di tangan kita,” katanya.

Kakek itu bahkan mengatakan dengan serius apa yang dilakukan di masa mudanya.

“Kami tidak melakukan apa-apa, sama sekali tidak ada. Malas seperti rakun,” katanya dengan nada serius.

Ia mengatakan bahwa siang dan malam masa mudanya tetap diam di rumah dan berjuang melawan penyebaran virus Covid-19.

“Sofa kami adalah garis depan, dan kesadaran kami adalah senjata kami,” ucapnya dengan serius.

Video tersebut diakhiri dengan kakek itu mengatakan, “melihat ke belakang, ini adalah takdir kami. Inilah cara kami menjadi pahlawan.”

Sebuah pesan kemudian muncul, tertulis kalimat, “kamu juga bisa menjadi pahlwan dengan tinggal di rumah”. 

Tapi, ada satu hal yang dilupakan dalam pesan itu.

Bagaimana kaum rebahan harus bersikap jika menyaksikan paparan bersemangat terorisme dari tayangan video atau saluran media sosial lainnya?

Hal yang mungkin saja mereka temuka di saat berhari-hari berlindung di balik sofa dari ancaman Covid-19.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper