Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyelenggarakan kegiatan penyampaian Laporan Kerja tahun 2020. Pembahasan laporan ini difokuskan di beberapa perlindungan LPSK yakni perkara Terorisme, Pelanggaran HAM Berat dan TPPO.
Untuk perkara tindak pidana terorisme, angka permohonan ke LPSK untuk kasus terorisme di tahun 2020 sebesar 278 permohonan, turun sebesar 12,5 persen dibanding jumlah permohonan di tahun 2019 yang mencapai 318 permohonan.
“Grafik permohonan untuk kasus terorisme meningkat akibat adanya permohonan dari korban terorisme masa lalu di November 2020 yang lalu” ujar Wakil Ketua LPSK Susilaningtias, Kamis (14/1/2021).
Sedangkan jika menilik jumlah terlindung yang ditangani LPSK di tahun 2020 seluruhnya mencapai 539 terlindung, para terlindung telah memberikan sebanyak 1.126 program perlindungan berupa kompensasi, bantuan medis, psikologis, dan beberapa program perlindungan lainnya.
Termasuk didalamnya keberhasilan LPSK melaksanakan pembayaran kompensasi untuk 290 korban terorisme dengan nilai mencapai Rp 43,25 miliar pada tahun 2020.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mencatat bahwa LPSK telah melakukan langkah-langkah proaktif dalam menangani beberapa perkara terorisme di tahun 2020 seperti pada kasus terorisme di Kampar, Riau, penyerangan Wakapolres Karanganyar, kasus terorisme Daha, Kalimantan Selatan, perisitwa penembakan anggota Polres Poso dan yang teranyar dalam peristiwa terorisme di Sigi, Sulawesi Tengah.
Masih menurut Susi, LPSK menemukan sejumlah tantangan dalam upaya perlindungan kasus terorisme adalah terkait minimnya jumlah saksi perkara terorisme yang mengajukan permohonan ke LPSK.
“Kami juga menyoroti kurangnya perhatian terhadap kerahasiaan saksi terorisme dalam proses hukum” kata Susi.
Untuk itu Wakil Ketua LPSK berharap agar Polri dapat lebih banyak merekomendasikan saksi dalam perkara terorisme untuk mendapatkan perlindungan LPSK.
“Selain itu kami mendorong adanya implementasi atas jaminan kerahasiaan saksi dalam proses hukum” ujar Susi.