Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengatakan bahwa apapun yang terjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sudah menjadi keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR karena tidak satu pun fraksi yang menolaknya meski dengan catatan.
Hal itu disampaikan Achmad Baidowi (Awiek) dalam diskusi forum legislasi bertajuk "Revisi Prolegnas 2020, Berdampak Tingkatkan Kinerja Legislasi DPR?" bersama anggota Baleg DPR Sodik Mujahid (Gerindra) dan pengamat politik Ujang Komarudin di Kompleks Parlemen, Selasa (14/7/2020).
Awiek mencoba meluruskan berbagai isu yang berkembang terkait pembahasan RUU tersebut. Salah satunya soal adanya fraksi yang menolak usulan RUU itu. Menurutnya, hanya satu fraksi yang tak hadir saat pembahasan, namun alasannya karena pandemi Covid-19, bukan abstain.
“Jadi tidak ada fraksi yang menolaknya. RUU HIP itu dengan satu niat, yaitu agar penanaman nilai-nilai Pancasila itu lebih baik dan benar, sehingga siapapun yang berkuasa, penanaman nilai-nilai Pancasila itu akan terus berjalan, makanya perlu diatur melalui Undang-undang,” katanya.
Akan tetapi, kalau ada usulan judul dan isinya diganti, maka harus diajukan RUU yang baru.
Wasekjen DPP PPP itu mengatakan aturan untuk memperkuat sosialiasi Pancasila itu sangat penting. Oleh karena itu, dia minta dalam merespon RUU HIP itu tidak menyimpang dari niat tersebut.
Baca Juga
“Tapi, yang berkembang di masyarakat itu kemana-mana. Bahkan disebut komunis dan nada provokatif lainnya. Namun, DPR tetap berhati-hati, dan kini tunggu surat presiden (Surpres) saja,” kata Awiek.
Dia mengatakan hal yang pasti adalah bahwa Baleg ke depan akan membahas 36 RUU dari 50 RUU yang masuk Prolegnas. Pasalnya, 16 RUU sudah dikeluarkan dari Prolegnas dan bertambah dua RUU.
Lalu, apakah semua akan menjadi undang-undang, hal itu kembali ke fraksi-fraksi karena DPR juga lembaga politik.
“Dengan adanya RUU yang di-drop tersebut, maka diharapkan agar Baleg fokus pada RUU yang sudah dibahas. Sedangkan yang di-drop karena memang belum dibahas sama sekali,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR Sodik Mujahid mengakui kalau DPR itu bukan industri, sehingga kinerjanya tak bisa diuukur dengan jumlah UU yang dihasilkan.
Oleh karena itu, kalau RUU mendapat pro dan kontra yang sama kuat, maka yang terbaik adalah ditunda.
“Sebuah RUU itu harus mengakomodir semua aspirasi masyarakat, kualitatifnya kembali pada good governance dan urgensinya untuk kepentingan semua dan harus akuntabel. Karena itu tak usah berbangga dengan banyaknya jumlah RUU dan semua harus dewasa dalam berdemokrasi,” ungkapnya.