Tanpa batas waktu transisi kekuasaan yang jelas, ada semacam istilah yang berkembang di dunia perpolitikan Malaysia, yakni pertarungan keinginan politik (political will contest). Beberapa pengamat percaya ada "pertarungan keinginan politik” di belakang layar.
Bisa jadi Mahathir akan berkuasa hingga paruh kedua, hingga mengakhiri kekuasaannya sebagai perdana menteri tanpa diserahkan kepada penggantinya. Artinya, dia ingin memastikan bahwa warisan dan pencapaiannya selama bertahun-tahun akan dipertahankan dan diserahkan kepada orang yang dia percayai.
Oleh karena itu, penting baginya untuk memilih setidaknya seorang pengganti langsung yang setia menjalankan visinya untuk Malaysia.
Sebelumnya, dia pernah digantikan oleh Abdullah Badawi dan Najib Razak yang dia sebut mengecewakannya. Namun, dia juga tidak berkenan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar yang pernah menjadi anak didiknya, bahkan sebelum Badawi dan Najib.
Anwar pernah dia tolak secara terbuka karena dianggap terlalu berambisi untuk menggantikannya.
Pada sisi lain, Anwar, yang telah membangun status politik selama dua tahun terakhir terus mendapat popularitas sebagai pejuang keadilan dan reformasi.
Anwar sepertinya tidak akan membiarkan Mahathir merebut buah reformasi, gerakan politik dan sosial luas yang yang dia pimpin. Dia diduga enggan untuk bermitra dengan Mahathir yang mendapat dukungan dari kalangan orang-orang Melayu konservatif.
Mereka merupakan bagian terbesar dari masyarakat Malaysia. Mereka juga merupakan pemilih yang punya andil dalam menggulingkan pemerintahan Barisan Nasional (Barnas) pimpinan Najib Abdul Razak sebelum terguling akibat kasus korupsi yang membuat pemilih menjauhinya.