Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat turun dari posisi teratas dalam laporan daya saing tahunan World Economic Forum, kalah dari Singapura yang melonjak ke posisi pertama.
Setelah keduanya, Hong Kong, Belanda, dan Swiss berada di deretan lima besar, menurut survei WEF yang diterbitkan pada hari Rabu (9/10/2019). Survei juga mencatat adanya ketidakpastian yang tumbuh di antara para pemimpin bisnis dan mengatakan keterbukaan perdagangan telah menurun.
WEF memfokuskan laporannya pada pertumbuhan produktivitas yang rendah yang terus berlanjut dalam satu dekade setelah krisis keuangan dan menyebut ini sebagai pertanyaan senilai US$10 triliun, setara jumlah yang disuntikkan oleh empat bank sentral utama dunia hingga tahun 2017.
Sejalan dengan yang lain, pandangannya WEF adalah meskipun stimulus moneter membantu menarik ekonomi global dari resesi, itu bukan solusi untuk semua masalah.
Dengan perlambatan baru yang muncul, WEF mengatakan kebijakan fiskal telah kurang dimanfaatkan. Hal ini sejalan dengan untuk lebih banyak dukungan dari pemerintah, terutama dalam hal investasi untuk meningkatkan produktivitas.
WEF juga mengatakan bank-bank sentral harus bertanggung jawab atas produktivitas yang lemah, karena stimulus mereka membuat perusahaan zombie tetap hidup dan terkadang mengalahkan bisnis yang lebih kuat.
Baca Juga
Mengingat sumber daya kebijakan moneter sangat menipis, dikatakan bahwa stimulus yang didorong oleh investasi akan menjadi "langkah yang tepat untuk memulai kembali pertumbuhan di negara maju."
"Meskipun kebijakan moneter yang longgar mengurangi dampak negatif dari krisis keuangan global, itu juga berkontribusi untuk mengurangi pertumbuhan produktivitas dengan mendorong alokasi modal yang salah,” ungkap WEF dalam laporan tersebut, seperti dikutip Bloomberg.
“Ketika kebijakan moneter mulai kehabisan tenaga, penting bagi perekonomian untuk bergantung pada kebijakan fiskal dan insentif publik.”
Meskipun AS turun ke urutan kedua dalam survei di 141 negara, WEF mengatakan AS tetap menjadi pembangkit tenaga inovasi, dan masih menduduki peringkat pertama dalam dinamika bisnis dan kedua pada kemampuan inovasi.
Setelah lima negara tersebut, Jepang, Jerman, Swedia, Inggris dan Denmark menempati posisi 10 besar. Kanada dan Prancis masing-masing berada di peringkat ke 14 dan 15, sementara Cina berada di peringkat ke-28.