Bisnis.com, JAKARTA -- Dua lembaga penyelenggara pemilu mulai memperlihatkan tanda-tanda ketidakkompakan dalam perkara sengketa hasil Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Dari 15-18 Juli 2019, MK menggelar sidang pemeriksaan jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU), keterangan pihak terkait, dan keterangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Tiga pihak tersebut merespons 221 permohonan yang diperiksa.
Komisioner KPU Jawa Timur Muhammad Arbayanto mengklaim instansinya telah mengerjakan tahapan Pileg 2019 sesuai dengan prosedur. Meski demikian, sebanyak 11 peserta Pileg 2019 di Jatim mengajukan gugatan ke MK sehingga KPU berposisi sebagai lawan dari pemohon.
Dia tidak memungkiri terjadi kesalahan-kesalahan administrasi oleh penyelenggara pemilu di tingkat tempat pemungutan suara (TPS), desa, kecamatan, hingga kabupaten/kota. Arbayanto pun menghormati langkah kontestan Pileg 2019 untuk mencari keadilan di MK.
“Karena memang di MK ini kan upaya terakhir yang bisa ditempuh oleh semua peserta pemilu yang merasa dirugikan,” tuturnya usai sidang perkara sengketa hasil Pileg 2019 di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Arbayanto mengakui pula bahwa kesalahan-kesalahan penyelenggara tersebut dibeberkan oleh Bawaslu saat menyampaikan keterangan dalam persidangan. Namun, KPU dan Bawaslu pun bisa berbeda pandangan terkait pelaksanaan kewenangan yang berpotensi menjadi bahan pertimbangan hakim konstitusi.
Dia mencontohkan penjelasan Bawaslu mengenai rekomendasi pembukaan kotak suara saat rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten untuk pengisian keanggotaan DPRD Kabupaten Jombang. Menurut Arbayanto, pembukaan kotak suara bukan rekomendasi, tetapi sebatas saran lisan jajaran Bawaslu.
“Ketika ada sesuatu yang dianggap belum cukup terang, biasanya teman-teman meminta saran lisan kepada Bawaslu, atau Bawaslu memberikan saran secara lisan. Ini terkait dengan kewenangan pencegahan Bawaslu,” ucapnya.
Saran lisan tersebut, tambah Arbayanto, kerap dimaknai berbeda oleh jajaran KPU sehingga berpotensi tidak ditindaklanjuti. Jika terjadi pengabaian tersebut, Bawaslu seharusnya bisa menjalankan kewenangan penindakan yang membuahkan rekomendasi.
“Rekomendasi tertulis itulah yang disebut instrumen penindakan untuk memerintahkan KPU melakukan perbaikan dan segala macam. Kalau rekomendasi, wajib mengikat bagi KPU,” ujarnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa Bawaslu memang tidak termasuk para pihak dalam perkara sengketa hasil pemilu. Walau demikian, MK memandang perlu menempatkan posisi Bawaslu sebagai pemberi keterangan untuk setiap perkara.
“Bawaslu tak ada kepentingan dalam perkara. Sebagai institusi penyelenggara pemilu yang netral tak dipengaruhi para pihak. Dia independen, apa adanya,” kata Arief.
Dengan posisi independen itu, Komisioner Bawaslu Jatim Purnomo Satriyo Pringgodigdo memastikan lembaganya akan memberikan keterangan apa adanya. Apalagi, Bawaslu juga berhak melengkapi keterangan dengan alat bukti.
“Kami hendak menunjukkan bahwa kerja kami dapat dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Sengketa Pileg 2019: KPU & Bawaslu Mulai Tak Kompak?
Dua lembaga penyelenggara pemilu mulai memperlihatkan tanda-tanda ketidakkompakan dalam perkara sengketa hasil Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Samdysara Saragih
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu