Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

3 Beban Psikologis Gerindra Sebelum Bergabung Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf

Partai Gerindra akan berkutat dengan beban psikologis kala menimbang-nimbang opsi bergabung ke pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) didampingi Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon saat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden 2019 di TPS 041, Kampung Curug, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor, Jawa Barat,  Rabu, (17/4/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) didampingi Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon saat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden 2019 di TPS 041, Kampung Curug, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu, (17/4/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Partai Gerindra akan berkutat dengan beban psikologis kala menimbang-nimbang opsi bergabung ke pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyarankan kepada Gerindra untuk tetap berada di luar pemerintahan.

Menurut Pangi, peran sebagai kekuatan oposisi yang memenuhi aspirasi rakyat bukan mustahil berbuah kekuasaan pada suksesi 2024.

Lagi pula, imbuh Pangi, keberadaan kelompok oposan ideal bagi kelembagaan demokrasi Indonesia. Jangan sampai, ujarnya, menumpuknya partai politik di barisan pemerintahan melemahkan fungsi pengawasan di parlemen.

“Harapan saya Gerindra, termasuk Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional tetap berada pada jalur oposisi,” ujar Pangi dalam acara diskusi Ribut Rebut Kursi Menteri di Jakarta, Sabtu (6/7/2019).

Empat partai politik tersebut merupakan anggota Koalisi Indonesia Adil Makmur pengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dalam Pilpres 2019. Namun, setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Prabowo-Sandi, barisan tersebut dinyatakan bubar.

Saat ini diduga tengah berlangsung penjajakan antara Gerindra dkk dengan kubu pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019. Penawaran kursi menteri menjadi isu krusial bergabung atau tidaknya partai-partai politik itu dalam pemerintahan periode 2019-2024.

Di antara empat partai politik itu, Pangi menilai Gerindra akan menghadapi dilema terbesar saat mengkaji opsi masuk ke eksekutif. Pasalnya, partai tersebut dianggap sebagai representasi Prabowo yang merupakan rival Jokowi dalam Pilpres 2019.

Dilema itu, menurut Pangi, bersumber dari tiga beban psikologis. Pertama, Gerindra akan merasa tidak nyaman masuk ke kabinet padahal tidak berkeringat memperjuangkan Jokowi-Ma’ruf. Kedua, partai politik pengusung Jokowi-Ma’ruf pun belum tentu legowo menerima kehadiran bekas kompetitor di pemerintahan.

Beban ketiga, tambah Pangi, Gerindra berpotensi dihinggapi rasa bersalah tidak mampu menunaikan janji politiknya. Hal ini terjadi bila partai politik nomor urut 2 tersebut tidak mendapatkan pos kementerian strategis.

“Misalnya dapat menteri tak basah yang tak bisa ngapa-ngapain. Dulu bilang mau menurunkan listrik dan sembako murah, tapi tak bisa. Ini kan jadi jelek Gerindra-nya,” tutur Pangi.

Ketua DPP Partai Golkar Bidang Hubungan Luar Negeri Meutya Hafidz menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi keputusan memberi jatah kursi menteri bagi partai politik bekas pengusung Prabowo-Sandi. Dia mengingatkan bahwa kursi menteri tidak hanya menandakan koalisi di eksekutif, tetapi juga kerja sama di DPR.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper