Bisnis.com, JAKARTA – China telah mengisyaratkan dapat membatasi ekspor mineral-mineral tanah jarang ke Amerika Serikat (AS) seiring dengan meningkatnya konflik perdagangan antara kedua negara.
Padahal, sejauh ini China adalah produsen terbesar di dunia untuk mineral tanah jarang. Bahan baku tersebut merupakan komponen penting bagi banyak industri Amerika termasuk sektor-sektor pertumbuhan tinggi seperti mobil listrik dan produksi turbin angin.
Tahun lalu, badan ilmiah US Geological Survey menetapkan bahwa mineral-mineral ini penting bagi ekonomi dan pertahanan nasional.
Meski pemerintah China tidak eksplisit menyatakan akan membatasi ekspor logam tanah jarang ke AS, People’s Daily secara kuat menyiratkan hal ini akan terjadi, termasuk pernyataan dari editor surat kabar berpengaruh Global Times di Twitter pada Selasa (28/5/2019) malam.
“China secara serius mempertimbangkan untuk membatasi ekspor mineral tanah jarang ke AS,” tulis editor Global Times, seperti dilansir dari BBC.
Mineral atau yang lazim disebut logam tanah jarang adalah kumpulan 17 unsur kimia yang digunakan dalam produksi di sejumlah besar sektor, termasuk teknologi energi terbarukan, kilang minyak, elektronik, dan industri kaca.
Meski disebut “jarang”, mineral-mineral ini sebenarnya ditemukan relatif berlimpah di kerak bumi, menurut US Geological Survey.
Kendati demikian, hanya ada relatif sedikit tempat di dunia yang menambang atau memproduksinya. Proses ekstraksinya sendiri diketahui sulit dan dapat merusak lingkungan.
Sementara itu, tambang-tambang mineral tanah jarang di China berkontribusi sekitar 70 persen dari produksi global.
Sisa porsi produksi diisi oleh Myanmar, Australia, dan Amerika Serikat ditambah beberapa negara lain yang hanya menambang dalam jumlah kecil.
Dalam pemurnian bijih logam tanah jarang, China bahkan lebih dominan. Tahun lalu, hampir 90 persen dari semua pengolahan menjadi oksida yang dapat digunakan dilakukan di China.
Adapun sebuah perusahaan asal Australia yang beroperasi di Malaysia memproduksi hampir semua sisanya.
Selama lima tahun terakhir, ekspor China untuk oksida tanah langka telah mencapai hampir dua kali lipat, menurut data statistik resmi China.
Seberapa Besar Ketergantungan AS?
Menurut data pemerintah AS, sekitar 80 persen dari mineral tanah jarang yang diimpor oleh AS berasal dari China.
Estonia, Prancis, dan Jepang juga memasok mineral tanah jarang olahan ke AS, tetapi bijih aslinya berasal dari China.
Satu tambang tanah jarang yang beroperasi di AS diketahui mengirimkan bijihnya ke China untuk diproses, dan sudah menghadapi tarif impor 25 persen yang diberlakukan oleh China.
Amerika Serikat sebenarnya memiliki opsi untuk mengimpornya dari Malaysia, tetapi tidak dalam jumlah yang dibutuhkan.
Satu hal lain yang perlu diingat adalah pemerintah Malaysia telah mengancam akan menghentikan produksi karena masalah lingkungan.
Amerika Serikat bisa saja memulai industri pemurnian sendiri untuk mineral tanah jarang, tetapi langkah ini jelas akan memakan waktu dan sumber bijih mineral bisa dibatasi.
Untuk informasi, China telah membatasi ekspor mineral tanah jarang sebelumnya. Pada 2010, tindakan ini diambil melawan Jepang karena sengketa wilayah.
Pembatasan ekspor ke Amerika Serikat, jika diberlakukan, dapat berdampak besar pada industri-industri besar AS bernilai triliunan dolar yang bergantung pada mineral tanah jarang.