Bisnis.com, JAKARTA — Angka Golput dalam Pemilu Serentak 17 April nanti diperkirakan sanggup mengubah peta perpolitikan Pemilihan Presiden 2019.
"Walaupun dalam survei Jokowi-Ma'ruf menang telak, tapi jika terjadi Golput yang masif di kalangan pendukungnya, sementara pendukung Prabowo-Sandiaga militan ke TPS, hasil akhir bisa berubah," ujar Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ikrama Masloman dalam acara diskusi di kantor LSI, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Selasa (19/3/2019).
Hal ini terlihat berdasarkan hasil survei LSI per 25 Februari 2019. Walaupun elektabilitas Jokowi-Ma'ruf unggul dengan persentase 58,7 persen dibandingkan 30,9 persen untuk Prabowo-Sandi, selisih tersebut ternyata masih lebih rendah dari angka golput Pilpres sebelumnya.
"Marjin keunggulan Jokowi-Ma'ruf sebesar 27,8 persen. Ini masih di bawah angka Golput Pilpres 2014, yaitu 30,42 persen," ungkap Ikrama.
"Golput ini tidak bisa diprediksi, jadi kita tidak bisa menggambarkan Pak Jokowi sudah pasti menang. Karena survei itu asumsinya semua memilih. Golput tidak bisa kita identifikasi. Golput ini bisa mengalahkan Pak Jokowi," tambahnya.
Sebab itulah, Ikrama menjelaskan setiap pasangan calon mesti waspada menghadapi kemungkinan alasan golput dari enam kantong suara pemilih Indonesia yang diteliti LSI.
Terlebih, Jokowi-Ma'ruf yang akan dirugikan apabila kategori minoritas, Muslim, wong cilik, emak-emak, dan milenial banyak yang golput. Hal itu berbeda dengan pasangan Prabowo-Sandi yang hanya akan dirugikan apabila suara golput berasal dari kategori terpelajar.
Jokowi-Ma'ruf patut mencermati alasan golput dari segmen minoritas. Keterpilihan mereka di segmen ini yang telah mencapai 80,3 persen bisa tidak berarti lagi apabila para pemilih minoritas tidak berada di tempat karena berlibur, bepergian untuk ibadah, atau merasa tidak aman saat hari pemilihan.
Selanjutnya, dari basis suara kalangan wong cilik dengan elektabilitas 63,7 persen, beberapa alasan golput yang muncul, yaitu masih banyak yang kurang informasi terkait Pemilu, merasa rugi apabila meninggalkan pekerjaan, serta masalah administrasi.
Untuk kalangan emak-emak dan kalangan milenial yang masing-masing telah mendukung Jokowi-Ma'ruf sebesar 61 persen dan 56,5 persen, alasannya hampir serupa. LSI menilai banyak golput dari segmen ini akibat tidak terinformasi, masalah administrasi, dan apatis pada politik.
Terakhir, untuk 55,7 persen kalangan Muslim yang memilih Jokowi-Ma'ruf, tim kampanye patut waspada akibat kurangnya antusiasme pemilih Muslim pendukung paslon-nya dibandingkan pendukung Prabowo-Sandi yang terlihat militan.
Sikap pemilih Muslim yang merasa pilihannya selaku petahana "sudah pasti menang", sehingga malas datang ke TPS, bisa menjadi keuntungan tersendiri bagi Prabowo-Sandi.
Sementara itu, Prabowo-Sandiaga yang unggul di kalangan terpelajar dengan tingkat keterpilihan 45,4 persen harus memiliki kewaspadaan tersendiri dengan alasan golput yang berkaitan dengan ideologi. Misalnya, apatisme terhadap politik, atau sengaja golput sebagai protes terhadap dunia perpolitikan Tanah Air.