Bisnis.com,JAKARTA - Setya Novanto disebut melakukam intervensi secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penganggaran proyek KTP elektronik.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/3/2018), tim penuntut umum menyatakan perbuatan tersebut menyalahgunakan kewenangan dan eksempatan karena jabatan atau kedudukannya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Penuntut umum kemudian mengurai beberapa peran Setya Novanto seperti bersua dengan petinggi Kementerian Dalam Negeri seperti Irman, Sugiharto, Diah Anggaraeni, bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong di Hotel Gran Melia. Dalam pertemuan itu Novanto mengatakan bahwa KTP elektronik merupakan program strategis nasional dan harus dijaga bersama-sama, serta menyatakan dukungannya terhadap program tersebut.
Sebagai tindak lanjut, beberapa hari kemudian Setya Novanto kembali bersua dengan Irman di ruang kerjanya dan mengatakan bawah dia sedang mengkoordinasikan kepastian kesiapan anggaran. Sebelum berpisah, dia berpesan bahwa segala perkembangan mengenai anggaran akan disampaikan oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Setya Novanto juga berperan memperkenalkan Andi Narogong ke Mirwan Amir, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, serta Chairuman Harahap, Ketua Komisi II DPR. Novanto juga disebut melakukan beberapa pertemuan dengan para vendor, sebelum pelaksanaan lelang.
Penuntut umum kemudian menyebutkan bahwa melalui Andi Agustinus, Setya Novanto mempengaruhi Irman dan Sugiharto untuk memenangkan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dalam tender pengadaan.
“Terdakwa bersama Chairuman Harahap bertemu dengan Andi Agustinus dan Paulus Tannos untuk menagih commitment fee sebesar 5% dari total proyek,” tutur jaksa.
Jaksa kemudian menguraikan berbagai proses transfer rumit yang dilakukan oleh Johannes Marliem ke Made Oka Masagung melalui jasa penukaran uang yang kemudian ditujukan ke Irvanto Hendra Pambudi Cahyi, keponakan Setya Novanto. Sebagian dari uang-uang tersebut kemudian diserahkan ke staf Setya Novanto yang kerap melakukan pencatatan dan pengelolaan uang.
Akibat berbagai perbuatan tersebut, Setya Novanto dianggap turut menguntungkan orang lain seperti Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajad Wisnus Setyawan, ketau panitia lelang, serta beberapa anggota DPR seperti Miryam Haryani, Ade Komarudin, Jafar Hafzah, dan pengusaha Andi Narogong.
Sidang tersebut kemudian diskors oleh hakim agar peserta sidang dapat beristirahat dan akan dilanjutkan kembali sekira pukul 14.00 WIB.