Kabar24.com, JAKARTA - Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Pasal 73 dalam revisi UU MD3 yang mengatur kewenangan DPR bisa memanggil paksa setiap orang untuk diperiksa melalui permintaan tertulis kepada kapolri merupakan usul pemerintah.
Menurutnya, revisi UU MD3 merupakan inisiatif DPR yang sejak dari awal menyebutkan pemanggilan paksa bukan mengarah pada 'setiap orang'.
Pemanggilan hanya terbatas pada pejabat negara atau pejabat pemerintahan.
“Namun, ada masukan dari pemerintah untuk mengubah frasa dari semula hanya 'pejabat negara' atau 'pejabat pemerintah', diganti menjadi 'setiap orang,’ ujarnya, Rabu (21/2/2018).
Dikatakan, bahwa kalau memang maunya pemerintah seperti demikian maka maka dalam hal itu DPR berbeda dengan pemerintah.
Supratman mengakui ketika ada usulan perubahan frasa 'setiap orang' bisa dipanggil paksa DPR, itu tidak ada sanggahan dari fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah, sehingga, dalam revisi UU MD3 yang disepakati Dewan.
Baca Juga
Pasal itu kemudian menjadi kontroversi karena ada pihak yang berpendapat bahwa produk legislasi itu akan memasung kebebasan untuk berdemokrasi. Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo menjamin UU MD3 yang telah direvisi tidak akan memasung kekebasan untuk berpendapat dalam berdemokrasi, apalagi kebebasan pers.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyatakan Presiden Joko Widodo kemungkinan tidak akan menyetujui perubahan UU MD3. Hal itu ditegaskannya, usai melapor ke Presiden Jokowi, dan Presiden memang mempersoalkan pasal-pasal penambahan.
"Jadi, Presiden cukup kaget juga. Makanya saya jelaskan, masih menganalisis ini, dari apa yang disampaikan belum menandatangani dan kemungkinan tidak menandatangani," ujar Yasonna.