Kabar24.com, JAKARTA - Hanafi Rais menyebutkan jika TNI kembali diberi hak politik maka terlebih dahulu harus dilakukan amendemen terhadap Tap MPR terkait.
Wakil Ketua Komisi I DPR itu mengatakan pemberian hak politik bagi TNI tidak mudah karena harus mengamendemen Ketetapan MPR yang mengatur bahwa anggota TNI dilarang menggunakan hak dipilih dan memilih.
"Tap MPR nomor VII/MPR/2000 mengatakan bahwa TNI tidak punya hak dipilih dan memilih," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (5/10/2016) menanggapi keinginan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo agar TNI diberikan hak politik.
Hanafi mengatakan, apabila TNI ingin memiliki hak memilih dan dipilih maka ada konsekuensi hukum yaitu amendemen Tap MPR nomor VII/MPR/2000.
"Itu tentu secara registrasi artinya pekerjaan yang tidak mudah," ujarnya.
Pasal 5 Tap MPR Nomor VII/MPR/ 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, menyebutkan bahwa anggota TNI tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.
Hanafi menjelaskan, kalau Panglima TNI meminta hak politik dengan referensi negara lain, maka tentu mekanisme netralisme harus di perketat dan menjaga bahwa tidak ada penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.
Hal itu, menurut dia, diartikan TNI ini tidak mengunakan senjatanya, karena TNI satu-satunya identitas negara yang menggunakan senjata secara sah untuk menggunakan kekerasan.
"Kalau aturan-aturan yang dibuat menjamin netralitas dan menjamin tidak menggunakan senjata," katanya.
Dia menilai sepanjang hanya sekadar meminta hak politik untuk bisa memilih, dirinya bisa memahami. Namun menurut dia, dengan syarat aturan jaminan netralitas dan tidak menggunakan instrumen kekerasan dalam bersenjata itu juga harus diatur.
"Jika sebuah lembaga yang sah bisa menggunakan kekerasan seperti TNI, terlibat dalam politik yang luas maka itu akan digunakan alat intimidasi yang membahayakan demokrasi," ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Gatot Nurmantyo berharap TNI dapat memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.
"Saat ini TNI seperti warga negara asing saja kan begitu, tidak boleh memilih kemudian kalau ikut pilkada (pemilihan kepala daerah) harus mengundurkan diri sedangkan PNS tidak," kata Gatot, Jakarta, Selasa (4/10).
Dia memahami alasan TNI tidak memiliki hak politik karena TNI adalah organisasi yang dipersenjatai sehingga dikhawatirkan ada kampanye dengan melibatkan senjata. Namun, Gatot mengatakan saat ini pihaknya juga belum siap jika diberikan hak politik itu.
"Jadi belum siap sekarang, mungkin 10 tahun yang akan datang siap tergantung kondisi politik. Ya tergantung kondisi politik saat itu karena yang menentukan TNI bisa ikut siapa? undang-undang kan, undang-undang siapa yang buat? DPR kan, TNI hanya ikutin saja itu," ujarnya.
Dia mengatakan TNI bisa memiliki hak politik tergantung dari kondisi politik dan jika ada peraturan yang mendukung hal itu.