Meski Pemerintah Indonesia terbilang sabar dan menghindari saling tuding yang tidak menyelesaikan masalah, namun terlihat jelas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin agak kecewa dengan otoritas Arab Saudi.
Ia menilai Pemerintah Arab Saudi lamban memberi akses kepada tim PPIH untuk melakukan identifikasi jamaah Indonesia yang menjadi korban meninggal pada peristiwa tersebut.
"Kami baru mendapat akses (masuk pemulasaran mayat, Al Mu'ashim) pada 25 September pukul 23.00 Waktu Arab Saudi (WAS)," katanya.
Itu artinya lebih dari 24 jam, pihak Indonesia tidak mengetahui keberadaan jamaahnya. Padahal jamaah yang selamat dalam peristiwa itu sudah mengabarkan kepada keluarga mereka di Tanah Air tentang anggota, kerabat, atau sanak famili mereka yang meninggal dalam peristiwa Mina.
Namun Pemerintah Indonesia terutama Kemenag sebagai PPIH tidak ingin gegabah mengumumkan kematian seseorang tanpa bukti yang cukup.
"Kami ingin melakukan (identifikasi) dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan, sehingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan," ujar Menag.
Sebagai bentuk tanggung jawab juga, Lukman yang juga Ketua Amirul Hajj pada musim haji tahun ini, menunda kepulangannya ke Tanah Air dari 28 September menjadi 1 Oktober 205.
Ia agaknya ingin memastikan sistem dan strategi penelusuran jamaah yang jadi korban terancang dengan baik, sehingga jamaah yang hilang pada peristiwa Mina bisa segera ditemukan.
Bahkan Lukman juga ikut memimpin tim ke pemulasan mayat, Al Mu'ashim, untuk mengidentifikasi korban lewat foto-foto yang dipampang di dinding gedung itu.
"Kami bisa memahami prioritas Pemerintah Arab Saudi untuk mengevakuasi para korban meninggal," katanya.
Namun, ia bersama Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tetap melakukan jalur diplomatik dan berkomunikasi dengan otoritas Arab Saudi agar Indonesia diberi akses lebih leluasa untuk mengidentifikasi jamaah Indonesia yang wafat dalam peristiwa Mina itu.