Aura kedisiplinan mantan Menteri/Panglima Angkatan Darat kelahiran Jenar, Purworejo 19 Juni 1922 itu masih terasa saat memasuki Sasmitaloka. Sebuah perpustakaan dengan ratusan koleksi buku dan harimau taksi dermi dalam peti kaca tertata rapi di sisi kiri ruang depan.
Di bagian tengah, terdapat ruang tamu yang dihiasi berbagai atribut ketentaraan, sofa-sofa tua yang masih klimis, dan sebuah harimau taksidermi lainnya yang berdiri tanpa peti kaca. Ukurannya sedikit lebih besar ketimbang yang berada di perpustakaan depan.
Hampir seluruh bagian tembok dalam rumah tersebut dihiasi oleh potret dan lukisan. Sebagian besar menggambarkan wajah Pak Yani, dengan berbagai pose dan mengenakan pakaian dinasnya. Ada juga foto keluarga, dan tokoh nasional lain, termasuk Dewan Jenderal.
Di ruang tengah, terpajang lukisan raksasa yang menggambarkan detik-detik saat Pak Yani melakukan perlawanan terhadap Tjakra Bhirawa pada malam terakhir hidupnya. Dia digambarkan masih berpiyama dan meninju salah satu dari pasukan yang mengepungnya.
Jantung serasa berdegub melambat saat memasuki kamar pribadi Pak Yani. Semuanya otentik, bahkan bath up putih di kamar mandinya sengaja diisi penuh dengan air kebiruan, seolah masih ada aktivitas di bilik itu.
Ranjang queen size membentang di tengah kamar tidur yang dikelilingi oleh lemari kaca tempat menyimpan jajaran sepatu dan seragam dinas beliau. Semua digantung rapi, seolah siap dikenakan seperti saat beliau masih bertugas di TNI AD.
Di sana diletakkan pula etalase kaca, yang menyimpan barang-barang pribadi Pak Yani, seperti sapu tangan yang biasa dikenakannya, hingga sepasang sepatu kulit hitam.
Di sisi kanan tempat tidur, terdapat meja rias, lengkap dengan produk-produk yang biasa dipakainya.