Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad dalam sidang praperadilan Novel Baswedan menjelaskan penyebab Novel tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Bareskrim Mabes Polri hingga dua kali.
"Ada beberapa pertimbangan dari pimpinan KPK. Novel, ketika surat ini datang, sejak 16 Februari sedang berada di Manado sehingga ini yang tidak memungkinkan Novel bisa menghadiri pemeriksaan 20 Februari," ujar Samad saat bersaksi dalam sidang lanjutan praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2015).
Menurut dia, jarak Jakarta-Manado yang cukup jauh mengharuskan Novel selaku penyidik KPK, bekerja hingga tiga sampai empat hari.
Bahkan, katanya, pimpinan KPK sampai mengirimkan surat permintaan penundaan pemeriksaan Novel kepada pimpinan Polri.
Surat pemanggilan pemeriksaan yang dialamatkan pada Novel kemudian ditindaklanjuti dengan rapat pimpinan KPK yang akhirnya menghasilkan surat jawaban berupa permintaan penundaan pemeriksaan.
Pimpinan KPK yang sedang tersandung perkara hukum itu juga menjelaskan bahwa rapat pimpinan tersebut dilakukan berdasarkan laporan Deputi Penindakan KPK. Ia pun membantah jika para pimpinan KPK pernah berhubungan langsung dengan Novel untuk membicarakan penundaan pemeriksaan tersebut.
"Saya meminta kepada Novel melalui Deputi Penindakan agar ketika dia sudah tiba di Jakarta langsung mendiskusikan kapan bisa hadir (pemeriksaan di Bareskrim)," tuturnya.
Setelah itu, surat panggilan kedua untuk Novel kembali dilayangkan pada 26 Februari, namun lagi-lagi karena alasan tidak bisa meninggalkan tugas di KPK, Novel pun urung memenuhi panggilan tersebut.
Abraham Samad, walaupun pada saat itu sudah tidak aktif sebagai pimpinan KPK, mengatakan dirinya mengetahui bahwa pimpinan KPK kembali mengirimkan surat permintaan penundaan pemeriksaan kepada Polri.
"Walaupun (surat pemanggilan) yang kedua saya sudah nonaktif (sebagai pimpinan KPK), saya tahu pimpinan KPK juga mengirim surat yang agak mirip yakni untuk penundaan," ujarnya.
Kuatkan pernyataan Keterangan Samad tersebut menguatkan pernyataan salah satu kuasa hukum Novel, Julius Ibrani, yang menyebutkan bahwa penyidik Bareskrim Polri dalam melakukan penahanan terhadap Novel tidak didasari pertimbangan sebagaimana diatur dalam Paaal 36 ayat 1 huruf b Perkap 14/12 karena pada kenyataannya tidak benar Novel telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri panggilan penyidikan tanpa alasan yang patut dan wajar.
Panggilan pertama penyidikan dilakukan pada 20 Februari 2015, sedangkan panggilan kedua dilakukan pada 26 Februari 2015. Namun, Novel tidak bisa memenuhi kedua panggilan tersebut karena tugasnya di KPK, dan hal tersebut sudah diberitahukan kepada penyidik Bareksrim Polri sejak 18 Februari 2015.
"Ada pun alasan ketidakhadiran Novel adalah patut dan wajar karena berkaitan dengan kewajibannya sebagai penyidik KPK. Apabila penyidik Bareskrim Polri berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Novel maka seharusnya didasarkan pada ketentuan Pasal 113 KUHAP dan Pasal 66 ayat 6 Perkap 14/12 yaitu dengan melakukan pemeriksaan di tempat kediaman tersangka atau tempat lain yang tidak melanggar hukum. Bukan justru melakukan penangkapan," Julius menjelaskan pada Jumat (29/5).
Novel dan tim kuasa hukumnya mempraperadilankan tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim Mabes Polri pada 1 Mei 2015.
Karena menilai adanya kesalahan prosedur dalam tindakan tersebut, maka kuasa hukum Novel Baswedan meminta hakim praperadilan memutuskan tidak sah penangkapan berdasarkan surat perintah penangkapan tertanggal 24 April 2015 dan penahanan berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 1 Mei 2015.
Proses hukum terhadap Novel dimulai sejak Jumat (1/5) pagi yaitu sekitar pukul 00.30 WIB Novel dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri untuk dibawa ke Bareskrim.
Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau pasal 422 KUHP jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan terhadap enam pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Penembakan tersebut diyakini menjadi penyebab utama tewasnya salah satu pelaku yaitu Mulyan Johani alias Aan.
Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu (iptu) polisi dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.
Pada 5 Oktober 2012 lalu, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.
Namun pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.
Abraham Samad Ungkap Alasan Novel Tak Penuhi Panggilan Polisi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad dalam sidang praperadilan Novel Baswedan menjelaskan penyebab Novel tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Bareskrim Mabes Polri hingga dua kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
34 menit yang lalu
JK Resmi Jadi Ketua Umum PMI 4 Periode!
2 jam yang lalu