Kabar24.com, JAKARTA-- Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Artha Theresia, telah menolak keberatan atau eksepsi terdakwa mantan Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Seperti diketahui, Sutan telah ditetapkan sebagai tersangka KPK sebelumnya karena diduga terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah dalam pembahasan APBN-P Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2013 di Komisi VII DPR RI yang pada waktu itu diketuai Sutan Bhatoegana.
"Menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa dan dari terdakwa untuk seluruhnya," tutur Hakim Artha di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/4).
Seluruh eksepsi yang diajukan Sutan pada sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor ditolak, karena menurut Hakim Artha semua eksepsi yang diajukan Sutan dinilai tidak memiliki alasan hukum yang kuat dan tepat. Karena itu, Hakim Artha minta Jaksa Penuntut Umum KPK untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap Sutan.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan terdakwa nomor DAK-05/24/03/2015 tanggal 26 Maret 2015 atas nama terdakwa Sutan Bhatoegana," tukasnya.
Seperti diketahui, Sutan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena diduga terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) pada tahun 2013 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) oleh Komisi VII DPR RI.
Sutan ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Mei 2014 dan diduga telah melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.