Kabar24.com, JAKARTA -- Majelis Permusyawaratan Rakyat berencana membentuk Lembaga Pengkajian Konstitusi (LPK).
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa LPK MPR akan menjadi laboratorium konstitusi Indonesia.
Menurutnya, lembaga ini bertujuan untuk mengkaji berbagai konstitusi dengan melibatkan para pakar, akademisi dan masyarakat.
Dengan demikian, seluruh produk legislasi tidak bisa lagi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) seperti selama ini.
“MPR bukan saja sebagai lembaga yang bertugas melantik Presiden RI, mengamandemen UUD 1945, dan memakzulkan Presiden RI, tapi juga mengkaji dan sosialiasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Hidayat dalam acara dialog kenegaraan bertema Urgensi Pembentukan Lembaga Pengkajian MPR RI di Gedung MPR, Kamis (12/2/2015).
Pembicara lain adalah politisi PKB Lukman Edy.
Anggota LPK nantinya beranggotakan maksimal 60 orang termasuk 20 tokoh masyarakat yang terlibat amandemen UUD 1945 pada tahap pertama sampai keempat.
Menurut politisi PKS itu, lembaga tersebut harus segera direalisasikan karena banyak masalah di tengah masyarakat yang harus segera diselesaikan.
“LPK ini juga bertugas memberikan masukan, usulan, evaluasi terkait sistem ketatanegaraan dan mengkaji serta merumuskan pemasyarakatan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI,” ujarnya.
Menurut Lukman Edy, terbentuknya LPK karena tuntutan amandemen UUD Negara RI 1945 di tengah tumpang-tindihnya perundang-undangan.
Namun demikian Lukman mengakui bahwa tidak semua fraksi mendukung amandemen itu sendiri.
Terkait MK yang bisa membatalkan UU dan lain-lain, Lukman mengatakan perlu amendemen bahwa penafsir konstitusi itu bukan saja MK, sehingga MK tidak bisa memenuhi asas representasi sebagai penafsir tunggal.
“Jadi, MK tak bisa menjadi penafsir tunggal konstitusi,” tutur Wakil Ketua Komisi II DPR itu.