“Berawal dari hobinya melukis sejak Sekolah Dasar, Benny kian mematangkan niatnya memperkenalkan lukisan karya Indonesia pada kancah dunia”
Tepatnya ketika Benny berusia enam tahun. Benny kecil mewarisi darah seni dari sang ibu yang berprofesi sebagai fashion designer. Kegemarannya menggambar, mendorong orang tuanya memperkenalkan Benny dengan seorang guru lukis.
Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama di daerah Solo, Benny mulai rajin mengikuti lomba-lomba melukis dan berhasil mendapatkan beberapa penghargaan. Meski demikian, ketika remaja dan ingin menjadi seniman, orang tuanya justru mulai khawatir dan tidak setuju. “Seniman mau makan dari mana, hidupnya aja amburadul,” kata Benny menirukan tutur ke dua orang tuanya kala itu.
Tak ingin anak lelaki satu-satunya semakin menekuni dunia seni, akhirnya tepat kelas dua SMA Benny meninggalkan kota kelahirannya dan dipindahkan ke Medan untuk melanjutkan pendidikan. Seusai SMA tak jauh dari hobinya menggambar ia memutuskan untuk mengambil jurusan arsitektur di Universitas Tarumanegara, Jakarta.
Benny sempat menikah sampai sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat tepatnya di Kota San Diego. Di sana ia mengambil jurusan Master of Bisnis Administrasion dan tamat pada 1990.
Kembalinya ke Jakarta Benny mulai membangun bisnisnya di bidang arsitektur dan design interior. Bersama dengan Nina, teman sekolah di Solo, ia mendirikan Expose Architecture and Interior Design.
Usahanya berkembang kala itu sehingga memiliki beberapa outlet untuk menjual produk furnitur dan berhasil memiliki workshop sendiri yang cukup luas. Namun, bukan Benny namanya jika cepat berpuas dengan usahanya sendiri.
Benny dan Nina sama-sama memiliki obsesi dan minat pada seni yang kuat. Ketika itu sekitar 2003 bersama satu orang rekannya lagi, Wesley Parapat, ketiganya mulai berinisiatif membuka sebuah Balai Lelang Masterpiece.
“Saya melihat dulu yang melelang lukisan kita itu orang luar, kenapa enggak kita melelang lukisan kita sendiri, selain sebagai promosi lukisan kita agar dikenal di luar,” kata Benny.
Awalnya melelang lukisan dan patung pada 27 Juli 2003. Menurut Benny pelukis Indonesia tidak kalah dengan pelukis luar. Banyak kolektor luar yang membeli karya-karya pelukis dari Tanah Air.
Tidak ada syarat khusus jenis lukisan yang bisa dilelang kala itu. Syaratnya hanya pelukis old master yang memiliki karya yang melegenda, karya pelukis yang sudah meninggal dan banyak dilupakan, dan memberi kesempatan pada pelukis yang belum terkenal tapi memiliki keterampilan melukis yang matang.
Benny menyatakan balai lelang miliknya merupakan balai lelang yang cukup aktif di Indonesia. Hampir setiap bulan ada kegiatan lelang di sini. Hingga kini Balai Lelang Masterpiece telah merambah ke Lelang Heritage yang didirikan pada 2005 dan Lelang Treasures pada 2007.
Pada awal 2008 memulai lelang Masterpiece di Singapura dan medio 2013 Masterpiece di Kuala Lumpur. Sejauh ini selain lukisan balai lelang juga pernah melelang batik kuno, perhiasan dan jam.
Pelukis Lama
Sebagian hasil uang lelang digunakan untuk membuat buku yang mempromosikan pelukis-pelukis Indonesia. Benny mengaku memiliki kekaguman pada Soekarno yang merupakan presiden pertama Republik Indonesia. Katanya dahulu jaman Bung Karno banyak lahir pelukis-pelukis yang luar biasa.
Bung Karno sendiri memiliki jiwa seni yang kuat. Dia banyak mengoleksi lukisan, bahkan memiliki kurator pribadi untuk membantunya dalam pemilihan lukisan.
Pelukis pada jaman itu seperti Soedjono Abdullah, Otto Djaya, dan lain-lain. Namun lewat masa Bung Karno masyarakat kian melupakan pelukis-pelukis hebat dari Tanah Air. Di sini lah Benny tak kehilangan akal, sebagian hasil lelang tersebut digunakan untuk memproduksi beberapa buku yang mengangkat kembali para pelukis kenamaan Tanah Air agar masyarakat kembali mengingat dan menghargai mereka, meskipun mereka sudah tiada.
Benny mengaku perhatian masyarakat cukup baik dengan adanya Balai Lelang Masterpiece. Mereka datang dari berbagai kalangan, bahkan masyarakat mulai terbuka untuk menjadikan lukisan sebagai investasi.
“Harga sebuah lukisan akan terus naik, lukisan itu cuma ada satu, pelukis hanya melukis sebuah karya satu kali,” katanya.
Konsep rumah lelang ini sangat sederhana bukan semata untuk sebuah eksklusivitas, intinya untuk memperkenalkan karya anak bangsa. “Tidak semua lukisan di sini mahal,” kata Benny.
Banyak keuntungan yang didapat jika membeli lukisan dilelang. Pertama, lukisan sudah diakurasi dengan benar, kami punya tim yang memastikan keaslian sebuah karya. Masterpiece memiliki lima kurator yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya.
Kedua, variasi sangat beragam dan berkualitas dengan harga yang juga kompetitif, karena konsepnya lelang, harga menjadi tidak bisa sembarangan. Kehadirannya juga memudahkan kolektor untuk menambah koleksinya.
Mengenai upaya mengasuransikan sebuah lukisan, menurut Benny, di kalangan masyarakat Indonesia masih menjadi kepentingan yang sangat personal. Tergantung pribadi yang memiliki lukisan tersebut. Meski demikian, Benny menganjurkan setiap lukisan tetap diasuransikan agar tidak terjadi hal yag tidak diinginkan.
Selain memiliki hobi melukis, ayah dari dua orang anak ini juga senang melakukan liburan ke luar negeri. Bahkan saat ini bersama istrinya, dia selalu menyempatkan untuk berkunjung ke Amerika Serikat setidaknya dua kali setahun.
Kedua anak Benny tengah menempuh pendidikan tinggi di The Ohio State University. Anak pertama bernama Kevin mengambil jurusan marketing dan kedua, Rendy yang mengambil jurusan finance. “Enggak ada yang ikut Bapaknya,” kata Benny tertawa.
Sikap kekeluargaan Benny juga ia terapkan pada karyawannya di Masterpiece. Dia menganggap seluruh karyawan adalah keluarga, meskipun tetap ada tuntutan professional. Jika ada tanggung jawab para karyawan harus professional, tetapi ketika ada masalah bisa dibicarakan secara kekeluargaan.
Ke depan target Masterpiece masih pada tujuan awalnya yakni memperkenalkan lebih banyak lagi lukisan-lukisan karya anak bangsa pada dunia. Masterpiece juga kerap mendapat tawaran dari luar negeri untuk mempromoskan karya mereka di sini.