Bisnis.com, WASHINGTON--Menjelang pemilihan presiden AS pada 2016, dalam Partai Demokrat Amerika Serikat kini muncul kelompok progresif anti kemapanan baru yang berharap dapat mencalonkan Elizabeth Warren sebagai penantang Hillary Clinton dalam perburuan kursi tertinggi Gedung Putih.
Elizabeth Warren--tokoh provokatif anti-Wall Street--sempat menjadi perbicangan publik Amerika Serikat saat dengan gigih menolak usulan legislasi yang dia nilai sebagai hanya menguntungkan kelompok perbankan besar dan donor politk kaya raya.
Warren (65) dan kelompoknya menikam Presiden Barack Obama--sesama kader Partai Demokrat--yang mendukung usulan undang-undang itu.
Upaya mereka memang gagal, tapi bintang baru politik Amerika Serikat muncul setahun menjelang pencalonan presiden.
Namun demikian, pertanyaan masih menggantung soal apakah Warren bersedia dan mampu menggunakan dukungannya untuk menantang tokoh sesama perempuan, yaitu Hillary Clinton, dalam konvensi Partai Demokrat tahun depan.
"Saya tidak mencalonkan diri sebagai presiden," kata Warren kepada stasiun radio NPR pada Senin lalu.
Meski sudah menegaskan tidak berambisi naik kursi, sejumlah kelompok akar rumput di tubuh Partai Demokrat telah menggalang dukungan untuk Warren.
MoveOn.org didirikan pekan lalu sebagai pra-kampanye bagi pencalonan Werren. Mereka mempunyai 10 pegawai tetap dengan dana satu juta dolar AS untuk merekrut staf di New Hampshires dan Iowa--dua negara bagian yang mendapat jatah pemungutan suara awal konvensi Partai Demokrat.
Upaya kubu Warren itu memang masih kecil dibandingkan dengan infratruktur dukungan yang dibangun untuk Clinton--sampai saat ini juga belum menyatakan niat pencalonan diri.
Kontras dengan Clinton yang berhaluan tengah dan belum memiliki platform ekonomi yang jelas, Warren merupakan tokoh yang tegas membela kelompok pekerja dan menengah-bawah.
Meski berulang kali bersitegang dengan Obama, pada 2010 lalu sang presiden sempat mencalonkan dirinya sebagai kepala Badan Perlindungan Finansial untuk Konsumen.
Usulan Obama kemudian ditolah oleh Senat, tapi tidak lama kemudian, Warren berhasil menduduki kursi lembaga yang menjegalnya.
Dalam pidato berapi-api pada pekan lalu, Warren menuduh kelompok lobi Citigroup telah mengendalikan sejumlah pasal dalam undang-undang anggaran belanja negara yang dinilai melanggar peraturan lain terkait perdagangan derivatif (aktivitas pemicu krisis finansial 2008).
Dalam pidato itu dia juga menyebut sejumlah pejabat di Washington--termasuk wakil menteri keuangan--sebagai alumni Citigroup.
"Kekuasaan Citigroup dalam proses pembuatan kebijakan ekonomi di lembaga eksekutif sangat besar," kata dia.
Akibat sikapnya yang nampak anti-bisnis itu, sejumlah bankir Wall Street sebagaimana dikutip oleh stasiun televisi Fox News menyebutnya sebagai 'setan'.
Di sisi lain, pendirian keras Warren disambut baik oleh kelompok kiri, yang menilai Clinton terlalu lunak jika sudah berhadapan dengan kekuatan modal dari Wall Street.
Sekitar 300 mantan pendukung aktif Obama baru-baru ini menulis surat terbuka untuk mendesak Warren mencalonkan diri sebagai presiden.
Kini, jam politik terus berdetak. Jika merujuk pada pertarungan Obama dan Clinton pada 2007 dalam konvensi Partai Demokrat, seharusnya calon-calon sudah bermunculan Januari tahun depan.
Harus diakui Warren memang masih belum setenar lawan politiknya Clinton ataupun calon dari Partai Republik, Jeb Bush. Dalam survei terbaru dari Quinipac, dukungan untuk Warren masih berkisar pada angka 13 persen sementara Clinton 57 persen.
Popularitas itu masih bisa dibalik. Pada Desember 2006 misalnya, dukungan untuk Obama hanya mencapai 17 persen dan jauh dibanding Clinton yang memperoleh 39 persen.
Jelang Pilpres AS 2016: Tokoh Kiri Demokrat Mulai Populer
Menjelang pemilihan presiden AS pada 2016, dalam Partai Demokrat Amerika Serikat kini muncul kelompok progresif anti kemapanan baru yang berharap dapat mencalonkan Elizabeth Warren sebagai penantang Hillary Clinton dalam perburuan kursi tertinggi Gedung Putih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Rustam Agus
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium