Bisnis.com, BATAM - PT Pelayanan Listrik Nasional Batam atau PLN Batam meminta pemerintah daerah segera mengeluarkan kebijakan penyesuaian Tarif Listrik Batam (TLB) pada golongan rumah tangga, untuk meningkatkan margin perusahaan.
Dadan Koerniadipoera, Direktur Utama PLN Batam, mengatakan subsidi silang TLB golongan rumah tangga dari golongan industri telah menekan margin perusahaan.
Padahal anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) itu sedang menyiapkan infrastruktur kelistrikan untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan.
“Saat ini margin kami hanya sekitar 4%. PLN Batam membutuhkan margin 10% agar dapat memenuhi pertumbuhan permintaan listrik dengan membangun infrastruktur baru,” katanya di Batam, Rabu (12/11/2014).
Dadan menuturkan TLB yang dipungut PLN Batam saat ini lebih rendah dibandingkan dengan tarif tenaga listrik (TTL)yang diterapkan PLN. Saat ini TLB golongan R1 hanya Rp601 per kilowatt hour (kWh), sedangkan TTL yang yang dikenakan PLN sudah mencapai Rp1.352 per kWh.
Pertumbuhan permintaan listrik di Batam sendiri mencapai 111% per tahun, atau sekitar 35 megawatt per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan itu, PLN Batam harus menyediakan setidaknya US$42 juta per tahun untuk membangun pembangkit listrik, dan jaringan baru.
“Kami sulit melakukan ekspansi usaha dengan margin 4%. Selama ini ekspansi perusahaan selalu dibiayai dari utang kepada PLN sebagai induk usaha kami,” ujarnya.
PLN Batam sendiri berencana membangun 15 pembangkit listrik baru pada periode 2015-2023, dengan total kapasitas 871 megawatt. Rencana itu mengharuskan perusahaan memiliki dana senilai Rp9,57 triliun untuk investasi.
Murtaqi Syamsuddin, Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN, mengatakan persoalan tarif listrik sangat penting agar perusahaan mampu menyediakan pasokan listrik secara berkelanjutan. Alasannya, hal tersebut berkaitan langsung dengan margin yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan ekspansi.
“Kalau memang perusahaan penyedia listrik ini mau dijalankan dengan sehat, maka pricing harus diperbaiki, agar mereka dapat menyediakan listrik secara berkelanjutan,” ucapnya.
Menurutnya, perusahaan listrik di beberapa negara lain telah memiliki margin sekitar 8% per tahun, sehingga dapat leluasa melakukan ekspansi.
Dia mencontohkan Singapura yang saat ini memiliki cadangan listrik dua kali lipat dari beban puncaknya, karena investasi yang dilakukan perusahaan untuk menjamin ketersediaan listrik.
Saat ini rata-rata TLB yang dipungut PLN Batam hanya Rp1.253 per kWh, lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik lain di Batam, seperti PT Batamindo Investment Cakrawala senilai Rp1.824 per kWh, Panbil Rp1.620 per kWh, dan Tunas Rp1.452 per kWh.
Hingga September 2014, rata-rata TLB untuk golongan tarif sosial senilai Rp983 per kWh, rumah tangga Rp946 per kWh, bisnis Rp1.508 per kWh, industri Rp1.229 per kWh, pemerintahan/PJU Rp1.724 per kWh, dan multiguna Rp1.474 per kWh.
Sama seperti nasional, sekitar 72,8% dari total 263.643 pelanggan PLN Batam berasal dari golongan tarif rumah tangga, sedangkan golongan bisnis 12%, industri 0,1%, publik 0,4%, sosial 0,8%, dan multiguna 13,8%.