Bisnis.com, JAKARTA--Sudah menjadi sebuah kewajaran jika Aburizal Bakrie atau yang kerap disapa Ical ingin membesarkan Partai Golkar, karena Ical adalah salah satu kader yang cukup setia kepada partai berlambang beringin itu.
Ical tidak seperti Sutiyoso yang hengkang dari Golkar lalu membuat Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Wiranto yang membesut Partai Hanura, dan Prabowo Subianto dengan Partai Gerindra.
Begitu pula Surya Paloh yang ikut membidani berdirinya ormas dan Partai Nasdem setelah Munas Golkar 2009. Atau kader Golkar lain seperti Sultan Hamengkubuwono X yang diam-diam berafiliasi dengan Partai RepublikaN pada Pemilu 2009.
Meski terbilang setia, ditangan Ical suara Golkar justru jeblok saat Pemilu 2014. Sesuai dengan data KPU, Golkar hanya sukses meraup suara 14,75% dari total pemilih.
Dengan perolehan itu, Golkar hanya mampu menempatkan 91 kadernya di 560 kursi DPR.
Perolehan suara yang minim serta gagalnya menggaet kawan itulah yang mengakibatkan Ical hanya menjadi penonton dalam Pilpres 2014.
Meski demikian, keinginan Ical untuk kembali duduk di pemerintahan seperti pada periode 2004-2009 tetap menggebu. Saat itu, Ical tuntas menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI ke-10.
Tak ingin kehilangan kesempatan, lantas Ical 'menggadaikan' suara partainya kepada calon presiden Prabowo Subianto yang diusung Gerindra.
Alhasil, suara Golkar terpecah lantaran banyak kader yang ingin menjadi pendukung calon presiden dari PDIP, Joko Widodo yang akhirnya memenangkan Pilpres 2014 dengan 53,15% atau 70,63 juta suara.
Setelah pengumuman pilpres, satu per satu saham perusahaan dalam lingkaran bisnis Ical pun jatuh di level terendah.
Padahal saat itu, analis pasar optimistis saham-saham itu akan kembali menguat setelah Ical memperoleh ‘mahar’ dari Prabowo.
Namun apa daya, prediksi meleset karena Mahkamah Konstitusi justru menguatkan kemenangan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada Kamis, 21 Agustus 2014.
Sebut saja PT Visi Media Asia Tbk dengan kode emiten VIVA, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL).
Bahkan sesuai dengan data Bursa Efek Indonesia (BEI), UNSP sahamnya sedang di-suspend sejak 19 September dan BTEL sejak 29 Oktober lantaran emiten Ical itu mengalami gagal bayar utang.
Setelah capres yang didukungnya kalah dan mengakibatkan saham-saham perusahaan lingkaran bisnisnya jeblok, Ical tak menyerah sampai disitu.
Ical pun menguatkan partai pendukung prabowo dengan membentuk koalisi merah putih (KMP) dengan konsekuensi membawa Golkar untuk kali pertama terpental dari lingkar pemerintahan.
Lengkap sudah kegagalan Ical. Mulai dari meraih tiket calon presiden, tidak direngkuhnya jabatan menteri utama seperti yang dijanjikan Prabowo, terpentalnya Golkar dari pemerintahan, serta mulai runtuhnya kerajaan bisnis yang pernah menjadikannya sebagai orang terkaya di Indonesia.
Namun masih ada satu jalan untuk menjaga Ical tetap eksis dalam orbit.
Caranya ya dengan cara memenangi munas golkar mendatang dengan kembali menjadi Golkar 1.
Munas Golkar: Mencermati Langkah Ical Jaga Eksistensi
Sudah menjadi sebuah kewajaran jika Aburizal Bakrie atau yang kerap disapa Ical ingin membesarkan Partai Golkar, karena Ical adalah salah satu kader yang cukup setia kepada partai berlambang beringin itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ashari Purwo Adi N
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
57 menit yang lalu