Bisnis.com, JAKARTA - Tingginya rekor penjualan obligasi PIK (payment-in-kind) berimbal tinggi memicu ketegangan para regulator internasional di tengah kekhawatiran para investor akan mengalami kerugian saat bank-bank sentral mulai mengetatkan kebijakan moneternya.
Penerbitan nota sejenis itu —yang memberi pilihan bagi peminjam untuk membayar bunga dengan menambah utang— meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$16,5 miliar tahun ini dari US$6,5 miliar tahun lalu.
Berdasarkan laporan per kuartal Bank for International Settlements (BIS) yang dilansir Minggu (8/12/2013), sekitar 30% dari perusahaan yang menerbitkan obligasi sebelum krisis finansial 2008 telah mengalami kebangkrutan (default).
Perusahaan-perusahaan mengambil keuntungan dari lonjakan permintaan investor terhadap aset yang berisiko tinggi di tengah tren kebijakan stimulus bank-bank sentral yang menekan suku bunga acuan dan risiko default ke rekor terendah dalam sejarah.
Data indeks Bank of America Merrill Lynch mengungkapkan imbal rata-rata obligasi sampah (junk bond) anjlok ke rekor 5,94% di seluruh dunia pada Mei. Sementara itu, Moody’s Investors Service melaporkan tingkat default global turun menjadi 2,8% pada Oktober dari 3,2% tahun lalu.
“Rendahnya suku bunga pada obligasi acuan telah mendorong para investor untuk mencari imbal dengan memperpanjang kredit dengan persyaratan yang semakin longgar untuk perusahaan dalam bagian yang lebih berisiko dari spektrum itu,” papar BIS dalam laporannya.
Hal tersebut, lanjut mereka, dapat memfasilitasi pendanaan ulang (refinancing) dan membiarkan para pengutang yang bermasalah mengambang. Keberlanjutan dari fenomena itu akan diuji oleh normalisasi tren kebijakan moneter longgar oleh bank-bank sentral dunia.
Penjualan obligasi PIK terakhir kali mencapai puncak pada 2007, saat perusahaan-perusahaan menerbitkan aset senilai US$11,1 miliar. Penawaran anjlok menjadi US$5,4 miliar pada 2008, dan kian tergelincir menjadi US$2,7 miliar pada 2010.
Schaeffler Holding GmbH & Co. tercatat sebagai penerbit obligasi PIK terbesar tahun ini, dengan penjualan senilai US$2 miliar, yang setara dengan nota bertenor 5 tahun dalam dolar dan euro yang membayar sebuah kupon senilai 6,875%.
Perusahaan asal Jerman itu telah menerbitkan obligasi sebagai bagian dari kesepakatan refinancing senilai 3,875 miliar euro (US$5,3 miliar).
Imbal dari nota euro tersebut turun menjadi 5,32% dari 6,27% saat Schaeffler memulai trading pada 23 Juli. Sementara itu, imbal dari nota dolar anjlok 1 poin menjadi 5,43%. Moody’s memberi Schaeffler peringkat B1 atau 4 level di bawah peringkat investasi.
Berdasarkan data Bank of America Merrill Lynch, obligasi perusahaan dalam euro berperingkat B menghasilkan imbal 9,3% tahun ini, dibandingkan dengan 2,3% yang dihasilkan oleh obligasi yang memiliki peringkat investasi.
Obligasi dengan peringkat yang lebih rendah (CCC atau di bawahnya) justru mencetak performa yang lebih baik dengan tingkat kepemilikan oleh investor sejumlah 13,7%.
Peringatan Risiko Obligasi PIK Berimbal Tinggi
Tingginya rekor penjualan obligasi PIK (payment-in-kind) berimbal tinggi memicu ketegangan para regulator internasional di tengah kekhawatiran para investor akan mengalami kerugian saat bank-bank sentral mulai mengetatkan kebijakan moneternya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Wike Dita Herlinda
Editor : Sepudin Zuhri
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
30 menit yang lalu
Polemik 2 PSN Warisan Jokowi, PIK 2 dan Rempang Eco City
1 jam yang lalu
PDIP Siaga 1 Gara-gara Spanduk 'Serang' Partai dan Megawati
2 jam yang lalu
Budi Arie Setiadi Siap Buka-bukaan Bongkar Judi Online
5 jam yang lalu