Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan kontraktor BUMN PT Nindya Karya (Persero) menilai PT Uzin Utz Indonesia tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, alias PKPU, karena utang kepada produsen semen dan cat itu sudah dilunasi seluruhnya.
Dalam berkas jawaban Nindya Karya yang diperoleh Bisnis, perusahaan pelat merah itu menyatakan mereka mengakui adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih Rp327,73 juta kepada Uzin Utz.. Utang ini muncul karena kondisi keuangan mereka ketika utang muncul masih belum stabil dan perusahaan tengah dalam proses restrukturisasi oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Namun, seiring dengan pulihnya kondisi finansial perusahaan, kewajiban tersebut sudah dibayar secara lunas melalui transfer pada 2 Agustus. Oleh karena itu, perusahaan BUMN tersebut menilai pemohon sudah tidak lagi berstatus sebagai kreditur mereka.
Nindya Karya juga tidak mengakui adanya utang kepada kreditur lain yang disertakan, yaitu PT Uzindo. Mereka mengatakan jumlah utang yang disebutkan sebesar Rp39,11 juta sudah diperhitungkan ke dalam tagihan Uzin Utz.
Dalam jawabannya, termohon menuturkan permohonan PKPU tersebut didasari oleh itikad tidak baik karena dilayangkan tanpa peringatan lebih dulu. Hal ini dipandang bertentangan dengan Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa si berutang lalai jika telah dinyatakan lalai lewat surat perintah atau akta sejenis.
Nindya Karya mengungkapkan mereka sebelumnya sudah menyerahkan proposal kepada pemohon yang isinya menyatakan mereka akan menyelesaikan kewajibannya setelah keadaan likuiditas perusahaan memadai.
Perusahaan kontraktor ini memang memiliki masalah keuangan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kondisinya diklaim mulai membaik sejak berada di bawah pengelolaan PPA pada September 2012.
Termohon juga mempermasalahkan waktu pendaftaran perkara yang dilakukan sehari sebelum libur Lebaran, yaitu 31 Juli. Surat panggilan persidangan pun baru diterima sehari setelah masa libur Lebaran, sehingga mereka merasa waktu persiapan terlalu pendek.
Perusahaan kontraktor ini memandang Uzin Utz tidak berwenang mengajukan permohonan PKPU tanpa izin Menteri Keuangan karena mereka bergerak di bidang kepentingan publik. Hal ini berdasarkan Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Untuk itu, Nindya Karya yang diwakili oleh kuasa hukumnya Nengah Sujana dari kantor hukum Nengah Sujana & Rekan, meminta majelis hakim menolak permohonan PKPU tersebut. Namun, jika tetap dikabulkan maka mereka majelis hakim mengangkat Abdullah Subur dan Petrus Bala Pattyona sebagai pengurus.
Atas jawaban ini, kuasa hukum Uzin Utz Ivan Wibowo membantah pihaknya memiliki itikad tidak baik. "Kami bekerja sesuai prosedur undang-undang," ujarnya, Rabu (14/8/2013).
Ivan balik menuding direksi perusahaan tidak bersikap profesional karena tidak mengakui utang kepada kreditur lain.
Rencananya, sidang perkara ini akan dilanjutkan 15 Agustus dengan agenda pembuktian dari pihak termohon.
Perseteruan ini bermula ketika Uzin Utz mengajukan permohonan PKPU terhadap Nindya Karya karena tidak kunjung membayar utang selama 5 tahun yang jumlahnya Rp327,73 juta.
Utang tersebut muncul terkait pembelian material bahan bangunan, yang antara lain berupa semen, oleh termohon kepada pemohon. Material itu digunakan untuk pengerjaan proyek Aston Mangga Dua Hotel and Residence.
Order pembelian material bahan bangunan tercatat terjadi beberapa kali antara Juni 2008 hingga Agustus 2008. Namun, termohon tidak kunjung membayar tagihan-tagihan tersebut.
Padahal, Nindya Karya sudah berjanji akan membayar tunai dalam waktu 1 bulan setelah invoice order dari Uzin Utz diterima.
Lantaran telah memasuki tahun kelima Nindya Karya tidak melunasi kewajibannya, maka kreditur memerkirakan perusahaan konstruksi itu tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya.
Pemohon mendasarkan permohonan PKPU ini pada Pasal 1 Ayat 2 UU BUMN. Ketentuan itu menjelaskan perusahaan perseroan adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Uzin Utz lantas menilai Nindya Karya tidak termasuk BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Ayat 5 UU Kepailitan dan PKPU. Dengan demikian, termohon dapat dimohonkan PKPU secara langsung oleh krediturnya tanpa persetujuan Menteri Keuangan.
Dalam berkasnya, pemohon menyertakan PT Uzindo sebagai kreditur lain. Termohon diklaim memunyai utang sebesar Rp39,11 juta yang sudah 4 tahun tidak dibayar.
Di luar itu, Uzin Utz meminta majelis hakim mengangkat Jamaslin Purba, Jandri Siadari, Rudi Setiawan, dan Nasrul Sudarmono Nadeak sebagai pengurus.
Uzin Utz merupakan anak perusahaan Uzin Utz AG yang asal Jerman. Perusahaan ini bergerak di bidang yang sama dengan anak usahanya, yakni produsen material bangunan terutama untuk semen serta pengerjaan dinding dan lantai.
Selain di Indonesia, produk-produk perusahaan yang berdiri sejak 1911 ini tersebar di Eropa, AS, Asia, dan Australia.