BISNIS.COM,JAKARTA -- Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengklaim pada 2012 telah menyelesaikan kasus pertanahan sebanyak 4.291, atau 60% dari total 7.196 kasus.
"Selain itu, BPN juga membentuk tim 11 yang bertugas menyelesaikan 38 kasus yang bersifat strategis dan sensitif di seluruh Indonesia," kata Kepala BPN Hendarman Supandji, Selasa (19/3).
Program legalisasi aset yang merupakan salah satu program strategis BPN, selama tahun 2012, telah disertifikatkan sebanyak 45.234.490 bidang tanah (52,72% dari 85.803.826 bidang tanah.
Pada 2012 ditargetkan sertifikasi tanah sebanyak 1.908.283 bidang tanah yang dibiayai PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dan bidang yang dibiayai rupiah murni.
Untuk 2013 BPN menargetkan disertifikatkan sebanyak 1.930.965 bidang tanah yang dibiayai PNBP dan yang dibiayai oleh pemerintah.
Banyaknya kasus pertanahan akibat sengketa dan konflik berpotensi terhadap timbulnya gejolak dan kerawanan sosial. Kasus pertanahan tidak dapat dipungkiri dapat menjadi penghambat dalam program pembangunan secara umum, dan pemenuhan akses keadilan terhadap sumber ekonomi masyarakat secara khusus.
Penyelesaian kasus pertanahan yang dilakukan melalui jalur peradilan kadang kala belum sepenuhnya mampu memenuhi rasa keadilan rakyat karena bersifat menang dan kalah, serta lebih menitikberatkan pada bukti-bukti formal. Sedangkan dalam kasus pertanahan seringkali masyarakat yang berhak atas tanah tidak mempunyai bukti tertulis.
"BPN dalam menyelesaikan kasus-kasus pertanahan telah menerapkan alternatif penyelesaian sengketa melalui metode mediasi atau win-win solution. Melalui metode 'win-win solution' dengan musyawarah untuk mufakat dicari solusi dimana semua pihak yang bersengketa menang dan merasa puas," ujar Hendarman.
Sementara itu, politisi PDIP dari Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko, mengemukakan bahwa ada kesalahan dalam pengelolaan tanah yang mengakibatkan Indonesia terpaksa melakukan impor pangan yang pokok.
Dia membeberkan impor pangan pada 2012, beras 1,8 juta ton (senilai US$945,6 juta, jagung 1,7 juta ton (US$501,9 juta), kedelai 1,9 juta ton (US$1,2 miliar), gula 91.100 ton (US$62 juta), Singkong 13.300 ton (US$3,4 juta), dan kentang 54.100 ton (US$36,4 juta).
"Ini menunjukan ada yang salah dalam pengelolaan lahan pertanahan sehingga kita harus impor pangan pokok yang sebenarnya bisa dilakukan produksi dan swasembada pangan tersebut," katanya. (Antara)