Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Manufaktur Kian Suram Imbas Tarif Trump? Ini Saran Ekonom

Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah perlu mewaspadai pelambatan pertumbuhan lapangan usaha industri yang terjadi sejak 2023.
Executive Director Celios Bhima Yudhistira Adhinegara memberikan pemaparan saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro & Global di Jakarta, Rabu (26/7/2023). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Executive Director Celios Bhima Yudhistira Adhinegara memberikan pemaparan saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro & Global di Jakarta, Rabu (26/7/2023). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah perlu mewaspadai pelambatan pertumbuhan lapangan usaha industri yang terjadi sejak 2023. Apalagi, ada potensi semakin tertekan oleh kebijakan Trump. 

Selain itu, tidak sedikit industri yang telah mengambil langkah efisiensi biaya produksi dan logistik. Sayangnya hal tersebut tidak cukup bahkan sebagian sudah melakukan efisiensi tenaga kerja alias pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Bhima mengkhawatirkan hal tersebut akan berdampak pada berlanjutnya penurunan daya beli dan mempersempit pengalihan pasar ekspor yang terimbas perang dagang ke pasar domestik. 

“Di satu sisi persaingan dengan impor barang jadi makin ketat. Solusinya adalah mempercepat realisasi investasi di sektor padat karya terutama pakaian jadi, tekstil, dan furnitur,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (27/4/2025). 

Bhima menuturkan bahwa Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI) memang memberikan sinyal adanya perlambatan kinerja pada sektor tesktil dan furnitur pada kuartal I/2025 maupun kuartal II/2025, 

Bank Dunia atau World Bank dalam laporan Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025 meramalkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor industri hanya mencapai 3,8% pada 2025, lebih rendah dari estimasi 2024 yang sebesar 5,2%. 

Di mana ketidakpastian kebijakan perdagangan, melemahnya harga komoditas, dan ketidakpastian kebijakan dalam negeri dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, yakni Industri tumbuh 4,43% pada 2024 (angka sangat sementara). Lebih rendah dari 4,64% pada 2023, maupun 4,89% pada 2022.

Pemerintah sendiri mencanangkan target pertumbuhan industri manufaktur nasional sebagai motor penggerak ekonomi sebesar 7,29% untuk tahun ini. Artinya, terdapat gap 3,49% terhadap proyeksi lembaga internasional. 

Untuk itu, Bhima meminta pemerintah agar membantu sektor industri dengan mencegah masuknya barang impor yang memiliki substitusi lokal. 

Pencegahan tersebut salah satunya dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Sementara langkah insentif bagi industri berupa diskon tarif listrik dan pajak dapat diberikan untuk meringankan input produksi. Misalnya, perluasan kategori Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan Ditanggung Pemerintah (DTP) diperluas ke berbagai sektor.

Saat ini, insentif PPh tersebut hanya diberikan kepada karyawan dengan penghasilan maksimal Rp10 juta dan bekerja di sektor padat karya. 

Bukan hanya soal PHK dan daya beli, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus turut mengkhawatirkan penurunan ekspor produk dari hasil hilirisasi.  

Bagi fiskal negara, penerimaan pajak dari industri juga terancam menurun akibat lesunya produksi. Di samping daya beli, akses dan kepastian pasar yang penting diperlukan industri ini juga sedang tertekan. 

Heri melihat faktor-faktor lain seperti input produksi industri turut dalam kondisi yang kurang kompetitif, termasuk biaya energi, logistik, dan perpajakan.

"Berbagai faktor pendukung yg memengaruhi industri sedang dalam kondisi yang kurang mendukung," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (27/4/2025)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper