Bisnis.com, JAKARTA -- Sidang gugatan praperadilan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjadi ajang saling sanggah antara penasihat hukum Hasto dengan tim dari Biro Hukum KPK. Kubu Hasto menyeret nama Presiden ke 7 Joko Widodo alias Jokowi di balik kasus hukum yang menimpanya.
Sementara itu, tim hukum KPK menyanggah semua pernyataan kubu Hasto yang mengaitkan perkara hukum tersebut dengan 'cawe-cawe' Jokowi. Mereka bahkan buka-bukaan tentang peran Hasto di depan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan alias PN Jaksel, Kamis (6/2/2025).
Sidang dimulai dengan pemaparan dari KPK. Mereka menjelaskan duduk perkara kasus tersebut. Menurutnya, Harun Masiku adalah orang asli Toraja. Padahal, dia didorong oleh PDIP menjadi anggota DPR pergantian antarwaktu atau PAW pada periode sebelumnya menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I.
Pihak komisi antirasuah itu pun mengungkap bahwa Harun bukan kader asli PDIP lantaran baru bergabung pada 2018. Dia juga disebut memiliki kedekatan dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali.
"Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDIP karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022, Hatta Ali. Dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung," ujarnya.
Kemudian, KPK menerangkan bahwa Harun akhirnya ditempatkan oleh PDIP di Dapil Sumatera Selatan I pada Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2019. Alasannya karena daerah tersebut menjadi basis massa pemilih PDIP.
Baca Juga
Hal tersebut, kata KPK, memungkinkan Harun Masiku terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil tersebut. Penempatan Harun pun dilakukan oleh Hasto selaku Sekjen.
"Hasto Kristiyanto tidak menempatkan Harun Masiku pada wilayah Toraja atau wilayah Sulawesi Selatan yang merupakan daerah asli Harun Masiku," bunyi jawaban yang dibacakan oleh Biro Hukum KPK.
Mau Tangkap Hasto, Ditangkap Polisi
Selain fakta tentang kedekatan Harun Masiku dengan eks Ketua MA, Hatta Ali, KPK juga mengungkap bahwa Hasto adalah salah satu pihak yang menjadi target dalam operasi tangkap tangan atau OTT yang berlangsung tahun 2020 lalu.
Cerita sendiri bermula pada 8 Januari 2020, KPK menyebut adanya upaya pengejaran terhadap Harun yang diduga melarikan diri ke PTIK. Hasto juga diduga berada di lokasi yang sama dengan Harun.
Namun, saat tim KPK tengah membuntuti dan melakukan tangkap tangan, mereka justru diamankan oleh petugas lain yang diduga merupakan suruhan Hasto di PTIK.
"Sekitar pukul 20.00 WIB, tim Termohon yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang di bawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan. Sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan Pemohon [Hasto] tidak bisa dilakukan," bunyi jawaban Biro Hukum KPK terhadap petitum praperadilan Hasto, yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).
KPK menyebut tim yang bertugas untuk menangkap Harun justru digeledah tanpa prosedur, diintimidasi serta mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh tim Hendy Kurniawan. Alat komunikasi dan beberapa barang milik tim KPK turut diambil paksa.
Tim dari AKBP Hendy Kurniawan juga disebut meminta keterangan tim KPK hingga pukul 04.55 WIB saat itu.
"Bahkan petugas Termohon dicari-cari kesalahan dengan cara dites urine narkoba, namun hasilnya negatif. Dan baru dilepas setelah dijemput oleh Direktur Penyidikan Termohon," terang Biro Hukum KPK di PN Jakarta Selatan.
Gagal Geledah Kantor PDIP
Biro Hukum KPK lalu menuturkan tim komisi antirasuah saat itu langsung menuju kantor DPP PDIP untuk melakukan penyegelan, setelah gagal menangkap Harun. Namun, upaya itu dihalangi oleh petugas keamanan.
Setelah kedua upaya paksa itu gagal, tim kembali ke Gedung Merah Putih KPK untuk menghadiri gelar perkara atau expose dengan pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.
Kendati tim sudah memaparkan peristiwa secara runut dan rinci, termasuk peran Hasto, pimpinan KPK yang saat itu dipimpin Firli Bahuri belum sepakat untuk menaikkan status Sekjen PDIP itu sebagai tersangka. Mereka memerintahkan untuk menunggu hasil perkembangan penyidikan.
"Pimpinan KPK pada saat itu kemudian mengganti Satgas Penyidikan dengan Satgas Penyidikan lainnya," tuturnya.
Hasil akhir gelar perkara lalu hanya menetapkan total empat tersangka yaitu Harun Masiku dan Saeful Bahri selaku pemberi suap, serta anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan dan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina selaku penerima suap.
Hasto Minta Batalkan Status Tersangka
Adapun, sidang praperadilan perdana yang diajukan Hasto digelar kemarin, Rabu (5/2/2025). Pada sidang tersebut, Sekjen PDIP itu meminta agar Hakim menyatakan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa kliennya memohon kepada Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan agar mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan. Salah satunya yakni menyatakan perbuatan Termohon yakni KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang.
"Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan harus dinyatakan batal," ujar Maqdir membacakan petitum permohonan praperadilan di ruangan sidang PN Jakarta Selatan.
Selain itu, kubu Hasto memohon kepada Hakim agar menyatakan dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 dan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada tanggal 23 Desember 2024 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga dinyatakan batal.
Hakim juga diminta untuk memerintahkan KPK menghentikan penyidikan atas dua sprindik tersebut, sekaligus mencabut larangan bepergian ke luar negeri kepada Hasto.
"Dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semula dalam tempo 3x24 jam sejak putusan ini dibacakan," papar Maqdir.
Tidak hanya itu, Hakim diminta menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK berkaitan dengan penetapan Hasto sebagai tersangka. Sementara itu, barang-barang milik Hasto yang sebelumnya disita oleh penyidik KPK juga diminta untuk dikembalikan.
Misalnya, dua handphone milik Hasto; satu handphone milik staf Hasto, Kusnadi; tiga buku catatan di antaranya milik Hasto dan bertuliskan 'PDI Perjuangan'; satu lembar kwitansi DPP PDIP Rp200 juta untuk pembayaran operasional Suryo AB; satu buku tabungan BRI Simpedes milik Kusnadi; satu kartu eksekutif Menteng Apartemen; satu dompet serta satu voice recorder.
"Memulihkan segala hak hukum Pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Termohon," terang Maqdir.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus politisi PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru pada pengembangan kasus suap yang menjerat Harun Masiku.
Selain itu, lembaga antirasuah turut menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.